Tuesday, May 29, 2018

Syubhat Abdul Qadir Jawaz!


Berdakwah harus dari bawah, bukan dengan menghasung rakyat kudeta Penguasa.
Lihat dakwah Musa, Ibrahim, Muhammad!
Apa disuruh menurunkan penguasa?

Jawaban:
Benar wahai keledai, Rasulullah tidak menyuruh umat Islam mengkudeta Herkules dari kekuasaannya, dia mengirim delegasi, dan surat Untuk menawarkan Islam kepadanya, jika menolak maka dengan jizyah, jika menolak maka dengan Perang!
Tahapan mana yang telah kamu lalui dari tahapan syar'i ini?
Pernahkah Rasulullah berdakwah kemudian meninggalkan jihad?
Benar wahai keledai, Ibrahim tidak menghasung Rakyat mengkudeta Namrud, namun Ibrahim tidak diam ketika berhala itu disembah selain Allah, Ibrahim berdebat hingga membungkam sang raja yang mengaku tuhan selain Allah, yang akhirnya mengakibatkannya dibakar dalam api.
Tahapan Ibrahim mana yang telah engkau lalui wahai keledai?
Engkau mendatangi si najis jokowi, engkau mendebatnya? Engkau bungkam dia dengan dalil syar'i tentang batilnya hukum buatan?
Benar wahai keledai, Musa tidak mengkudeta Fir'aun, benar wahai keledai, Musa dan Harun pergi kepada fir'aun dan bertutur kata dengan lembut, lemah lembut yang tidak menentang aqidah, lemah lembut yang tidak menjual ayat Allah, lemah lembut yang tetap menentang kecongkakan firaun, sehingga akhirnya Musa dan Kaumnya dikejar oleh Firaun dan bala temtaranya hingga terpojok di pinggir lautan, dan akhirnya Allah menampakkan mukjizatNya dengan membelah lautan, dan menenggelamkan firaun dalam lautan serta bala tentaranya.
Manhaj Musa yang mana yang telah kamu lalui wahai keledai Murjiah?
Sungguh aku mampu atas izin Allah saja untuk membantahmu dengan video durasi berjam-jam, namun semua itu hanya akan menambah kemunafikanmu, yang menyembunyikan sebagian besar ilmu dan menampakkan sebagian kecilnya.
Maka cukuplah sambil berbaring aku tulis risalah singkat ini untuk membongkar puluhan menit durasi kedunguanmu.

Sunday, August 27, 2017

Kaum Muslimat Memang Hebat

Oleh: Abana Ghaida

Kaum muslimat muwahid (bertauhid) adalah hebat. Berbanggalah! Tak perlu bersedih. Muslimat hebat karena kesiapan diri untuk mengemban berbagai misi keimanan kepada Allah Ta'ala, pengingkaran kepada thaghut dan kesyirikan, serta segenap amal ibadah di rumahnya, yang diharapkan dapat mendatangkan keridhaan-Nya. Setiap wanita shalihah begitu istimewa, sangat penting, dan memiliki andil dalam kokohnya bangunan Islam dan konstelasi kaum muslimin. Mereka mempunyai watak dan karakter luar biasa yang dapat menopang hal itu. Dikira lemah, sebenarnya mereka kuat. Disangka tak berdaya, sejatinya mereka digdaya.

Dibandingkan kaum wanita kafir, jelas kaum muslimat jauh lebih hebat. Di saat wanita-wanita kafir berlomba-lomba melakukan kesyirikan, dosa, dan maksiat, kaum muslimat teguh menggenggam iman dan takwa mereka untuk mematuhi Allah dan Rasulullah. Di saat wanita-wanita kafir dan munafik bersaing untuk saling mengumbar aurat dan melakukan tindakan amoral, kaum muslimat menyimpan kecantikan mereka hanya untuk suami dan mahramnya, mereka memiliki rasa malu dan harga diri serta 'iffah (kesucian). Ketika kebanyakan wanita hanyut dalam derasnya peradaban Yahudi dan Nasrani, kaum muslimat muwahid kokoh mengamalkan al-wal wal baraa. Menundukkan syahwat dan hawa nafsu serta menjauhi fitnah di saat budaya hedonisme dan permisif merajalela; adalah hal yang hebat. Dan Allah takkan sia-siakan keimanan dan amalan mereka.

Allah akan limpahkan pahala bagi siapa saja, tak terkecuali kaum wanita, apabila mereka beriman dan beramal shalih. Allah berfirman, "Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun." (Ali 'Imran: 124)

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97)

Makanya, ada banyak keterangan dari Allah dan Rasulullah yang mengapresiasi para muslimat. Tidak ada satu teks pun di dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang hanya menguntungkan kaum laki-laki saja. Tidak ada satu keterangan pun di dalam syariat Islam yang menyiratkan bias gender. Islam memposisikan kaum muslimat sesuai dengan fitrah mereka.

Sampai-sampai Nabi Muhammad mengkhususkan waktu sehari untuk menyampaikan pengajaran kepada kaum muslimat, memberikan nasehat dan perintah kepada mereka. Dari Abu Sa’id Al-Khudri, dia berkata bahwa suatu ketika para wanita pernah berkata kepada Rasulullah, “Kaum laki-laki telah mengalahkan kami, maka jadikanlah satu hari untuk kami.” Beliau pun menjanjikan satu hari untuk dapat bertemu dengan mereka, kemudian Nabi memberikan nasihat dan perintah kepada mereka.
Teks-teks pedoman memberikan penghargaan sangat tinggi kepada mereka, dengan menjadikan seluruh gerak-gerik mereka bernilai ibadah, selama meyakini akidah dan keimanan yang benar, serta mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Contohnya, seorang istri yang selalu taat dan patuh kepada suami, dia akan mendapat jaminan surga, karena Allah mewajibkan setiap istri taat dan setia kepada suami. Segala perintahnya harus ditaati, kecuali perintah melakukan kesyirikan, kekafiran, dan kemaksiatan. Rasulullah telah bersabda, “Apabila seorang wanita menjalankan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, patuh terhadap suami serta menjaga kemaluannya dari tindak perselingkuhan, niscaya dia masuk surga.” (HR. Ibnu Hibban)

Ummu Salamah menerangkan, bahwa Rasulullah telah bersabda, “Wanita mana saja yang meninggal, sedangkan suaminya merasa ridha kepadanya, maka dia berhak masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi)

Dengan melayani suami, kebaikan terhampar di hadapannya seorang istri. Sahabat Abdullah bin Mas'ud menerangkan, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila seorang istri mencuci pakaian suami, maka Allah menetapkan baginya seribu kebaikan, mengampuni seribu kejelekan, mengangkat baginya seribu derajat dan seluruh mahluk yang terkena sinar matahari memohonkan ampun baginya." (HR. Ath-Thabrani dari Abdullah bin Mas'ud)

Islam menjanjikan kebaikan dan pahala besar kepada istri yang membantu kepemimpinan suami dengan ketaatan, serta memberikan ancaman kepada istri yang ingkar. Sahabat Abu Hurairah memberikan keterangan, bahwa Rasulullah telah bersabda, “Seandainya aku boleh memerintahkan kepada seseorang untuk menyembah orang lain (sesamanya), tentu aku perintahkan kepada seorang istri agar menyembah suaminya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah)

Bahkan, seorang wanita adalah kunci dari kehidupan lelaki. Shahabat Sa'ad bin Abi Waqash menerangkan, bahwa Rasulullah bersabda, “Kunci kebahagiaan umat manusia ada tiga, kunci kecelakaan mereka juga ada tiga. Kunci kebahagiaan mereka: Istri shalihah, tempat tinggal yang nyaman dan kendaraan yang bagus. Sedangkan kunci kecelakaan mereka: Istri yang rusak, tempat tinggal yang gersang dan kendaraan yang jelek.” (HR. Al-Hakim dan Ahmad)

Sa'ad bi Abi Waqqash mengetengahkan sebuah riwayat yang bersumber dari ayahnya, bahwa Rasulullah bersabda, “Tiga hal yang menjadi kunci kebahagiaan seseorang; Istri yang bila dipandang menyenangkan, bila engkau perintah patuh dan bila engkau tinggal pergi engkau merasa yakin terhadap kesetiaannya. Tiga hal yang menjadi kunci kesengsaraan seseorang; Istri yang bila engkau pandang menjemukan, bila engkau perintah lisannya selalu mengumpat dan bila engkau tinggal merasa aman atas dirinya (karena dapat melakukan perselingkuhan).” (HR. Al-Hakim)

Allah menciptakan wanita sebagai pengimbang kehidupan. Mereka dibebani misi untuk berjuang menjaga keseimbangan, harmoni, ketenangan, dan cinta di setiap unit keluarga. Namun, mereka juga berjuang keras untuk mendidik diri mereka dan memanjakan segenap potensi individu mereka. Mereka memang terbingkai dalam kelemah-lembutan dan halus, namun juga mampu tampil penuh keberanian menghadapi orang-orang ‘kuat’ dan para tiran. Dia turut membantu memegang peranan kunci dalam pengembangan wawasan, kreativitas, bakat, dan pencapaian kesuksesan suami, anak-anak, dan kaum beriman. Semua ini tentang kapasitas seorang wanita untuk mencintai, memberi, memaafkan, menyibak rintangan, dan berjuang mencurahkan potensi diri sebagai individu hamba Ilahi.

Seperti halnya kaum laki-laki, wanita pun bertanggungjawab atas agama, akidah, dan ibadahnya. Mereka wajib mengetahui hukum-hukum tentang halal dan haram, serta mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Oleh karenanya, kita bisa menyaksikan banyak Shahabiyah yang berinisiatif mencari ilmu, memprioritaskan diri mereka untuk mendapatkan berbagai pelajaran. Sedemikian tingginya perhatian dan aktivitas mereka dalam menuntut ilmu. Terlebih lagi ketika kita membuka lembaran-lembaran sejarah Ummahatul Mukminin, kita mendapatkan mereka memiliki kapabilitas keilmuan yang tinggi dan banyak meriwayatkan hadits Nabi Muhammad. Mereka juga menjadi referensi penting atas berbagai pertanyaan sahabat beliau. Yang terdepan di antara mereka adalah Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu 'Anha.

Diriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair, dia berkata, “Aku tidak mendapatkan seorang wanita yang lebih mengetahui Al-Qur’an, kewajiban agama, fikih, kedokteran, dan syair daripada Aisyah.”(Diriwayatkan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak, 11/4, dan Ath-Thabarani di dalam Al-Kabir, 23/182)

Riwayat tersebut memotivasi para muslimah untuk mempelajari beragam ilmu bermanfaat, menghafal Al-Quran, mentadaburi makna-maknanya, sehingga memicu mereka untuk konsisten dalam beragama, beretika, dan memberi manfaat kepada masyarakat sekitar.

Bahkan para Sahabat wanita di masa lampau memiliki semangat luar biasa, sampai-sampai mereka meminta kepada Rasulullah untuk dilibatkan dalam peperangan atau juga disetarakan pahala mereka dengan pahala berjihad. Asma binti Yazid Al-Anshariyah Radhiyallahu 'Anha mendatangi Rasulullah, sementara beliau sedang duduk di antara para sahabatnya. Asma’ berkata, “Aku korbankan bapak dan ibuku demi dirimu ya Rasulullah. Aku adalah utusan para wanita di belakangku kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutusmu kepada seluruh laki-laki dan wanita, maka mereka beriman kepadamu dan kepada Rabbmu. Kami para wanita selalu dalam keterbatasan; sebagai penjaga rumah, tempat menyalurkan hasrat dan mengandung anak-anak kalian, sementara kalian (kaum laki-lak) mengungguli kami dengan shalat Jumat, shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, mengantar jenazah, berhaji setelah sebelumnya sudah berhaji dan yang lebih utama dari itu adalah jihad fi sabilillah. Jikalah seorang dari kalian pergi haji atau umrah atau jihad, maka kamilah yang menjaga harta kalian, yang menenun pakaian kalian, yang mendidik anak-anak kalian. Bisakah kami menikmati pahala dan kebaikan ini sama seperti kalian?”

Nabi memandangi seluruh sahabat. Kemudian beliau bertanya, “Apakah kalian pernah mendengar ucapan seorang wanita yang lebih baik pertanyaannya tentang urusan agamanya daripada wanita ini?” Mereka menjawab, “Ya Rasulullah, kami tidak pernah menyangka ada wanita yang bisa bertanya seperti dia.”

Nabi menengok kepadanya dan bersabda, “Pahamilah wahai wanita. Dan beritahu para wanita di belakangmu bahwa ketaatan istri kepada suaminya, usahanya untuk memperoleh ridhanya dan kepatuhannya terhadap keinginannya menyamai semua itu.” Asma pun berlalu dengan wajah berseri-seri.

Atau dalam kisah lainnya, Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, kami melihat jihad itu seutama-utama amal, apakah kami tidak ikut berjihad?” Beliau menjawab, "Bagi kalian ada jihad yang paling utama, yaitu haji yang mabrur.”

Dalam riwayat lainnya, Aisyah bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?” Beliau menjawab, “Jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umrah.”

Tetapi dalam hadits lain disebutkan juga bahwa terdapat Sahabat wanita yang ambil bagian dalam peperangan atau jihad dalam tugas yang khusus. Mereka menyediakan makanan, merawat dan mengobati pasukan muslimin yang terluka, mengumpulkan anak panah, dan memberikan semangat jihad di jalan Allah.

Ummu Athiyyah Al-Anshariyyah berkata, ”Aku telah ikut berperang bersama Nabi Shallallahu ’alaihi wa Sallam dalam tujuh peperangan, aku tertinggal dalam perjalanan bersama mereka. Maka aku buatkan mereka makanan, mengobati yang terluka, dan mengurusi orang sakit.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa pada masa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terdapat sekumpulan wanita yang mengikuti Perang Khaibar. Rasulullah mengetahui hal tersebut kemudian menyuruh seorang utusan untuk mendatangi mereka. Ketika ditanya oleh utusan tersebut, mereka menjawab, "Kami keluar untuk membantu pasukan mengumpulkan anak panah, membantu untuk mengobati pasukan yang terluka, memberi semangat jihad di jalan Allah.” Kemudian para wanita tersebut pergi dan Allah memberikan kemenangan bagi kaum muslimin. Rasulullah memberikan bagian ganimah kepada para wanita itu sebagaimana bagian laki-laki, yaitu berupa kurma.

Ya, pada zaman Rasulullah, wanita yang ikut berperang biasanya ditempatkan di barisan belakang. Mereka membantu menyediakan makanan, mengobati pasukan yang terluka, mengumpulkan senjata yang terjatuh, dan memberikan semangat jihad agar diperoleh kemenangan. Namun, dalam kondisi darurat atau fardhu 'ain, mereka pun mengangkat senjata bahkan sengaja terjun langsung di medan pertempuran melawan dan membunuh orang-orang kafir.

Terdapat hadits yang menerangkan bahwa wanita pun mengangkat senjata pada kondisi darurat, di antaranya:
Dari Abdillah bin Zaid bin Ashim, dia berkata, ”Saya menyaksikan Perang Badar ketika kaum muslimin kocar-kacir lari meninggalkan Rasulullah. Aku dan ibuku mendekat ke posisi Rasulullah, beliau bertanya, "Apakah engkau putra Ummu Amarah?” Aku menjawab, ”Ya.” Beliau bersabda, "Lemparlah.” Saya pun melempar musuh yang mengendarai kuda dengan batu. Lemparanku mengenai mata kuda musuh dan laki-laki itu jatuh dan kemudian disusul dengan pukulan batu. Melihat peristiwa itu, Rasulullah tersenyum, dan beliau melihat luka di bagian punggung ibuku seraya bersabda, "Ibumu, ibumu, balutlah lukanya. Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di Jannah.” Aku berkata, ”Dan saya pun tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku di dunia.”

Demikianlah, kadang dalam satu kondisi tertentu yang darurat, yaitu jika musuh tiba-tiba menyerang suatu negeri dan telah sampai ke rumah-rumah, hendaklah para wanita berperang untuk mempertahankan dirinya dan orang-orang yang bersama dengannya. Sebagaimana diterangkan dalam satu riwayat Imam Muslim, dari Anas, dia berkata, "Bahwa ketika Perang Hunain, Ummu Sulaim membawa sebilah khanjar (semacam pisau) dan selalu bersamanya, lalu Abu Thalhah melihatnya, maka dia berkata kepada Rasulullah , "Ya Rasululloh, ini Ummu Sulaim membawa sebilah pisau." Maka beliau bertanya kepada Ummu Sulaim, "Untuk apa engkau membawa pisau itu, wahai Ummu Sulaim?" Dia menjawab "Aku membawanya jika ada salah satu musuh dari kaum musyrikin yang mendekat kepadaku, maka aku akan merobek perutnya." Mendengar jawabannya, Rasulullah tertawa.

Oleh karena itu, jika muslimat wajib berjihad dalam kondisi darurat tertentu, maka sudah sewajibnya dia membekali diri dengan senjata, melakukan i'dad (persiapan) dengan berlatih menggunakan senjata dan menembak. Dan sudah semestinya bagi suaminya untuk melatih istrinya, atau jika belum menikah, maka dia berlatih kepada pelatih wanita.

Dari penjelasan di atas, kita dapat memahami betapa hebatnya seorang muslimah. Dia mesti memiliki kesiapan dan ketangguhan untuk melakoni tugas penghambaannya kepada Allah, mempelajari ajaran-ajaran Islam yang benar, menunaikan tugas-tugas domestik, melayani suami, merawat dan mendidik anak-anaknya, membantu kaum muslimin di medan jihad, dan bahkan dalam kondisi tertentu dia pun ikut mengangkat senjata dan membunuh musuh-musuh Islam.

Sadarilah nilaimu wahai muslimat, dan berbanggalah dengan ganjaran yang akan didapatkan. Kalian tak perlu menjadi orang lain. Tetaplah menjadi muslimah. Bergegaslah untuk berkontribusi dalam penjagaan bangunan Islam dan penegakkan panji tauhid di segenap penjuru.

Daulah Islam, 14 Dzulqa'dah 1438 H

(Tabik hormat untuk sosok salah satu wanita hebat nun jauh di sana; ibu)

☀️خلافة على منهاج النبوة☀️

PELAJARILAH AGAMA SEBELUM MATI


Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, "Barangsiapa tidak mengenal Rabbnya —yakni sesembahannya (al-ma'bud)— tidak mengenal agamanya, dan Rasul-Nya yang telah Allah utus kepadanya di dunia dengan segenap dalil, kemudian dia tidak mengamalkannya, lalu dia ditanya tentangnya di dalam kuburan dan tidak mengetahui jawabannya; maka barangsiapa tidak mengetahui jawabannya di kuburan, malaikat akan memukulnya dengan tongkat besi yang seandainya bangsa jin dan manusia berkumpul atasnya niscaya mereka takkan sanggup mengangkat tongkat itu.

Dan barangsiapa yang mengenalnya dengan dalilnya, mengamalkannya di dunia, dan mati di atasnya, kemudian ditanya di dalam kubur dan menjawab dengan benar, maka sesungguhnya dia sebagaimana disebutkan di dalam hadits: "Sesungguhnya seorang hamba mukmin —atau orang yang yakin— apabila dia diletakkan di dalam kuburnya, lalu malaikat bertanya kepadanya mengenai Rabbnya, agamanya, dan Nabinya, kemudian dia menjawab, 'Rabbku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan Nabiku adalah Muhammad yang datang kepada kami dengan keterangan-keterangan dan petunjuk, lalu kami meresponsnya, membenarkannya, dan mengikutinya.' Maka dikatakan kepadanya, 'Beristirahatlah, wahai orang shalih. Kami sudah memahami bahwa engkau adalah orang beriman.'"

Dan keterangan paling agung yang dibawa oleh Rasul adalah Kitabullah (Al-Quran), sebagaimana Allah berfirman, "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Al-Baqarah: 23)

Adapun orang munafik dan orang yang ragu, apabila dia ditanya tentang hal itu, dia menjawab, "Ah..ah..aku tidak tahu. Aku pernah mendengar manusia mengatakan sesuatu, maka aku pun mengatakannya." Maka malaikat pun menyiksanya. Maka berhati-hatilah dan waspadalah akan hal itu. Pelajarilah agama kalian sebelum mati.

(Ad-Durar As-Saniyyah fi Al-Ajwibah An-Najdiyyah)

☀️خلافة على منهاج ابنبوة☀️

Saturday, July 8, 2017

Yahudi Jihadi


Oleh: Abu Maysarah Asy-Syami
Alih Bahasa: Usdul Wagha
Segala puji bagi Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi, Shalawat serta salam tercurah kepada yang murah senyum dan yang membunuh, juga terhadap keluarganya yang baik dan suci. Amma ba’du;
Aku melihat sebagaimana orang lain juga melihat, adanya sebuah rilisan yang dikeluarkan sebuah mu`assasah tak dikenal muncul secara tiba-tiba, menampilkan sesosok laki-laki dengan “wajah yang tertutup” untuk menjelek-jelekkan khilafah dengan mengatakan bahwa mereka dahulu berasal dari junud wilayah Yaman, pemandangan ini mengingatkanku dengan Mu`assasah “Al-Bashirah” dan kesaksiannya yang tidak akan mampu menunda perbaikan dien di setiap ujung seratus tahun dengan dideklarasikannya khilafah di Iraq dan Syam hanya dalam satu hari, dan sepertinya para sekutu Dewan Nasional Hadhrami mengikuti langkah para sekutu Konferensi Riyadh sejengkal demi sejengkal, bahkan sebenarnya pendahulu mereka dalam hal ini adalah kaum yang mendapat murka (maghdhub) dan laknat dari kalangan pendeta Bani Israil…
Allah Ta’ala berfirman menjelaskan konspirasi Yahudi yang gagal:
{وَقَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
“Dan segolongan Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), “Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada awal siang dan ingkarilah di akhirnya, agar mereka kembali (kepada kekafiran).” [Ali Imran: 72]
As-Suddi rahimahullah berkata: “Pendeta-pendeta perkampungan Arab berjumlah 12 pendeta, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain; ‘Masuklah kalian ke dalam ajaran Muhammad di awal siang dan katakanlah kami bersaksi bahwa Muhammad itu benar dan jujur, dan di akhir siang maka ingkarilah dan katakanlah oleh kalian ‘Sesungguhnya kami telah kembali kepada ulama-ulama dan pendeta-pendeta kami, lalu kami bertanya kepada mereka dan mereka mengatakan; ‘Sesungguhnya Muhammad adalah seorang pendusta dan kalian tidak berada di atas apa pun’, dan kami telah kembali ke agama kami dan itu lebih mengagumkan kami dari pada agama kalian, semoga saja mereka menjadi ragu dan mengatakan: mereka sebelumnya bersama kita di awal siang, maka bagaimana keadaan mereka? Maka Allah memberitahukan hal itu kepada Rasul-Nya”. [Tafsir Ath-Thabari].
Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam al-Umari (rahimahullah) berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda; “Janganlah sekali-kali menemui kami di tengah kota Madinah kecuali seorang mukmin.” Maka para pemimpin Yahudi mengatakan; “Pergilah dan katakanlah kami beriman dan ingkarlah ketika kalian kembali kepada kami”. Mereka datang ke Madinah di waktu pagi-pagi dan kembali kepada mereka setelah waktu ashar. Mereka apabila masuk ke kota Madinah mengatakan; “Kami adalah Muslim!” untuk mengetahui kabar tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan urusannya, orang-orang beriman mengira mereka adalah orang-orang mukmin, maka mereka (Orang-orang Yahudi yang menyamar_pent) berkata kepada mereka (orang-orang beriman_pent); “Bukankah dia telah berkata kepada kalian bahwa di dalam Taurat seperti ini dan ini…” maka mereka menjawab; “Tentu.” Dan apabila mereka kembali ke kaum mereka maka mereka berkata; {“Apakah akan kamu ceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepadamu.”} [Al-Baqarah: 76] [Tafsir Ath-Thabari].
Benar, “Para penasihat Yahudi” telah berkumpul di dekat kota Madinah dan sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain; “Berimanlah kalian di awal siang dan masuklah kota Yatsrib dan berpura-puralah shalat seperti shalatnya Muhammad dan duduklah bersama teman-temannya dan ajaklah mereka bicara dan jawablah pertanyaan mereka dengan ilmu yang ada pada kalian, dan dengarkanlah informasi tentang Muhammad dan keadaannya, lalu kembalilah kepada kami dan beritahukanlah kepada kami seluruh informasinya, kemudian katakanlah kepada para shahabatnya bahwa kalian telah kembali (murtad) dari agamanya setelah jelas penyelewengannya dari al-Kitab, dan katakanlah keburukan Muhammad dan tentang agamanya semoga sebagian kaum muslimin akan kembali ke dalam kesyirikan nenek moyang mereka, kemudian kita akan berhasil menaklukkan orang-orang kafir sebagaimana dahulu kita lakukan!”
Dan para “Penasihat Yahudi” ini memiliki trik lain seperti yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi rahimahullah; “Aku peringatkan kalian dari hawa nafsu yang menyesatkan, dan yang terburuk adalah Rafidhah, yang demikian karena ada di antara orang-orang mereka ada orang-orang Yahudi yang menyelinap (pura-pura masuk) ke dalam Islam untuk menghidupkan kesesatan mereka, sebagaimana Paulus ibnu Syawil pemimpin Yahudi yang pura-pura masuk kristen untuk menghidupkan kesesatannya. Mereka tidak masuk ke dalam Islam karena mengharapkan pahala tidak juga karena takut kepada Allah, akan tetapi karena benci kepada kaum muslimin dan permusuhan kepada mereka, di antara mereka adalah Abdullah ibn Saba (Seorang Yahudi dari Yahudi Shan’a)”. [Diriwayatkan oleh al-Khallal dan al-Lalika`i dan selainnya].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata; “Orang yang pertama kali membuat-buat penolakan (rafdh, asal kata rafidhah_pent) adalah seorang munafiq zindiq yang bernama Abdullah ibn Saba`, dia ingin merusak dien kaum muslimin sebagaimana yang dilakukan Paulus pemilik surat-surat terhadap dien Nasrani, dia mana dia membuat-buat bid’ah yang merusak dien mereka, dahulu dia seorang Yahudi lalu seolah-olah masuk Nashrani secara munafik dengan tujuan ingin merusaknya, begitu juga Ibnu Saba` yang bertujuan seperti itu, lalu dia beruasaha mengobarkan fitnah dengan tujuan untuk merusak millah namun tidak berhasil, akan tetapi dia berhasil membuat kerusuhan dan fitnah hingga menyebabkan terbunuhnya Utsman Radhiyallahu anhu dan terjadilah apa yang terjadi dari fitnah”. [Majmu’ Fatawa]. Beliau juga berkata; “(Ibnu Saba’) memperlihatkan seolah seorang yang rajin beribadah, kemudian memperlihatkan amar ma’ruf nahyi munkar hingga dia beruasaha membuat fitnah terhadap Utsman dan membunuhnya, lalu ketika dia tiba di Kufah, dia menampakkan sikap ghuluw terhadap Ali dan menetapkannya demi meraih apa yang menjadi tujuannya.” [Minhaju as-Sunnah].
Ya, sesungguhnya para “penasihat Yahudi” di Yaman – Ibnu Saba` dan teman-temannya – “Masuk” ke dalam Islam dengan tujuan menghapus simbol-simbol dien dan menghilangkan syariatnya, mereka mengira jika mereka berhasil menyesatkan kaum muslimin dari kelurusan dien yang agung ini, Allah akan menolong Bani Israil atas musuh-musuh mereka dari kalangan Arab Bani Ismail dan musuh-musuh dari umat lainnya, dan ketika usaha mereka lemah dan tidak berhasil, maka mereka menyalakan api fitnah di antara kaum muslimin hingga terbunuhlah Dzun Nurain dan Abu al-Hasanain radhiyallahu anhum.
Ketahuilah, itulah siasat al-Qa’idah Zhawahiri, “Yahudi Jihadi” … di mana dia ingin masuk ke dalam Khilafah dan membuat penyimpangan di dalam manhajnya dari dalam – dan itu tidak akan berhasil dengan izin Allah dan itu akan bertahan (baqiyah) di atas manhaj Nubuwwah dengan izin Allah walau mereka tidak menyukai – kemudian mereka menyalakan api fitnah di antara barisan khilafah setelah membatalkan bai’at mereka agar orang-orang yang memiliki penyakit di dalam hatinya ikut keluar bersama mereka, dan Allah membersihkan barisan khilafah dari orang-orang munafik dan sesat serta pengikut mereka.
Langkah pertama mereka di mulai dengan masuknya seluruh cabang tanzhim ke dalam bai’at khilafah untuk memperlihatkan “aliran seimbang” di atas “aliran ghuluw”, atau seperti yang mereka katakan “Aliran Baghdadi” atas “Aliran Adnani”, mereka mengira bahwa khilafah itu seperti “Aliran-aliran” para imam sesat – al-Maqdisi, Filisthini, as-Siba’i dan lain sebagainya yang berbeda dalam dasar kesesatan mereka dan saling meledek satu sama lain dengan ‘kicauan’ kemudian saling menikam satu sama lain dengan risalah pribadi – namun khilafah itu tidak lain adalah hijrah dan jihad, mendengar, ta’at dan jamaah di atas minhaj nubuwwah, hati para pemimpin mereka di dalam keyakinan dan manhaj seperti hati satu orang laki-laki, dan tentara-tentaranya laksana satu tubuh yang saling menguatkan satu sama lain, akan tetapi tampaknya bahwa para imam “Ibrani” telah menyihir “Yahudi Jihadi” hingga mereka mengatakan kesesatannya dan membenarkan kepalsuannya.
Dan di dalam surat yang sampai kepadaku – dari arsip surat menyurat Al-Qa’idah Maghrib – ditulis pada bulan Ramadhan 1435H, “Penasihat Yahudi Jihadi” di Afrika Utara (Abu ‘Ayyadh at-Tunusi) kepada “Penasihat Yahudi Jihadi” di Khurasan (Azh-Zhawahiri) mengatakan:
“Tidak samar bagi kalian situasi yang terjadi setelah tersingkapnya kabut fitnah di Syam, yang berakhir dengan dideklarasikannya Khilafah, dan saya tidak senang untuk membahas masalah ini, atau lebih tepatnya musibah serius yang menimpa umat ini dari sudut yang aku lihat sudah banyak ikhwah membahas dari arahnya, akan tetapi aku lebih senang untuk bergeser kepada mencari solusi dalam menghadapinya, karena suka atau tidak suka dia telah menjadi kenyataan yang tidak bisa dihindari dan menjadi gelombang yang akan menghantam seluruh medan jihad baik di timur dan di barat, di utara dan selatan”. Kemudian dia berkata; “Dan mengingat menyebarnya raja kebodohan ke dalam putra-putra jihad dan tirani perasaan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya, maka aku memandang bahwa wajib bagi para pemimpin aliran dan pembesarnya, dan terutama adalah Syaikh Ayman – yang berada di tingkat pertama – untuk bekerja demi membalik kerusakan deklarasi ini menjadi kemashlahatan.”
Kemudian dia berkata; “Wahai orang yang saya cintai, engkau sekarang adalah satu-satunya orang yang mampu untuk membalikkan timbangan baik secara internal maupun eksternal, internal di antara putra-putra gerakan yang saling berseteru dan eksternal dengan mengembalikan qiyadah di depan dunia baik “kafir maupun muslim”, dan sesungguhnya aku nasihatkan engkau untuk segera masuk ke dalam urusan ini dengan mengumumkan bai’atmu kepada al-Baghdadi.”
Kemudian dia menasihatkan agar berniat dalam bai’atnya untuk “Meluruskan jalan dan memperbaiki kerusakan yang tersebar.” Kemudian dia mengataka; “Karena tidak ada jalan lagi bagi kita kecuali melakukan perbaikan dari dalam.”
Kemudian dia menganggap bahwa dengan masuknya azh-Zhawahiri ke dalam Daulah maka akan “Menjadi tali kekang bagi orang-orang yang ghuluw dan menjadi penguat bagi orang-orang yang baik di dalamnya, masuknya engkau aku rasa adalah solusi untuk mengerdilkan al-Adnani yang menjadi pusat perhatian orang-orang ghuluw hingga dia menjadi pendahulu mereka dalam hal ini, masuknya engkau ke dalam urusan ini wahai syaikh, akan menghentikan arus fitnah di setiap medan bahkan akan menjadi penguat dan pemersatu para pemudanya, dan sungguh aku sangat menekankan dan memastikan bahwa masuknya engkau akan menghentikan semangat mengkafirkan, membid’ahkan dan akan mengarahkan para pemuda kepada hal yang bermanfaat bagi umat”.
Kemudian dia berkata kepada kepada Azh-Zhawahiri; “Dengan masukmu wahai Syaikh, akan menguatkan persatuan barisan di Maghrib Islami yang mana banyak pemudanya condong kepada Daulah, karena para pemuda di wilayah ini, yang dianggap merupakan gudang penampung jihad global, akan segera berkumpul di sekitar qiyadah syaikh Abdul Wadud,” dia juga mengatakan; “Masukmu wahai syaikh, akan menjadikan dari Yaman, satu-satunya contoh kesatuan mujahidin di sana di bawah komando Syaikh Nashir al-Wuhaisyi… dan begitu juga medan lainnya dengan izin Allah, secara khusus yang mana komandonya terkenal dengan sifat iltizam kepada manhaj yang seimbang dan sunnah, jauh dari sikap ghuluw baik secara teori maupaun praktek.”
Kemudian dia mengklaim bahwa dia tidak mengusulkan kebencian hanya “Pemenuhan janji sejarah manhaj ini yang akan dipermainkan oleh orang-orang bodoh dan ghuluw,” dan “Kepercayaan bahwa masuk ke dalam urusan ini akan menghentikan badai fitnah atau membatasinya, dan mentransfusi darah yang terlindungi, menjaga kehormatan dan harga diri yang kerap dilanggar.”
Kemudian dia menambahkan; “Aku telah meminta pertimbangan – wahai syaikh tercinta – kepada para saudaraku dari qiyadah di Maghrib Islami.” Dia juga bermusyawarah dengan “Amir Anshar Syari’ah di Libya Syaikh Muhammad az-Zahawi dan penanggung jawab militer dan mereka mendoakan keberkahan terhadap ide ini.”
Surat ini diakhiri dengan tanda tangan; “Amir Anshar Syariah Tunisia dan anggota Dewan Syariah Tanzhim Al-Qa’idah di negeri Maghrib Islami.” Dan mengirimkan copian surat ini kepada Syaikh Abu Muhammad (almaqdis)i hafizhahullah dan juga kepada Syaikh Abu Qathadah (al-Filisthini) tsabbatahullah bersama harapan keduanya juga masuk ke dalam masalah ini bahkan agar keduanya menjadi yang terdepan… dan juga kepada Syaikh Nashir al-Wuhaisy di Yaman dan Syaikh Abu Zubair di Tanduk Afrika,” dia juga mengirim satu copian kepada para pengikutnya di Mali.
Dan disebutkan dalam sebuah surat dari sebagian “Yahudi Jihad” di al-Qa’idah Maghrib yang ditujukan kepada azh-Zhawahiri; “Setelah usulan yang dilontarkan oleh Syaikh Abu ‘Ayyadh, kami berfikir secara hati-hati dalam inisiatif ini, dan kami lihat ini sesusai dengan apa yang telah disebabkan oleh malapetaka ini yang menimpa umat, dan ini bukanlah solusi syar’i yang wajib bagi umat untuk kembali kepadanya, akan tetapi itu adalah mashlahat yang dengan dengannya kita akan menyatukan kalimat para ikhwah dan mengakhiri fitnah ini sebelum menimpa segala sesuatu, dan kalian pernah hidup di era Zawabiri, dan ini adalah percobaan yang sama yang terulang, kita telah melihat mayoritas pemuda di Tunisia telah berbai’at kepada Daulah dan kebanyakan pemuda Libya juga menjadi pendukungnya, dan terakhir kita mendengar bahwa batalion di al-Washt telah berbai’at kepada Daulah, masalah ini akhi, telah mulai merebak yang tidak terelakkan lagi kita harus membuat langkah cepat untuk mengakhiri fitnah ini dan merubah alurnya demi kebaikan jihad dan mujahidin dan demi kebaikan umat, dan seperti yang engkau tahu bahwa kami bukanlah anshar Daulah, kami juga bukan orang yang mendukungnya, dan kami memiliki kepedulian atas ideologi ghuluw yang mereka adopsi dan tampak jelas terlihat dari perbuatan dan aktifitas para anggotanya, dan kami melihat bahwa jama’ah ini, dengan manhajnya, menyebar dan semakin banyak pendukungnya, dan kami khawatir hilangnya apa yang ada di tangan kita, dari para pemuda dan masuknya mereka ke dalam arus ghuluw, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mendukung syaikh dalam proyek yang telah digariskan olehnya, bukan dengan merasa cukup dan menganggap baik manhaj ini, tapi ini adalah langkah untuk menyelamatkan para pemuda jihad dan mengembalikan mereka kepada qiyadah mereka dan masyayikh mereka, dan menghabisi fitnah ini, serta menarik karpet dari bawah orang yang telah mengklaimnya, al-Adnani, dan mengembalikan kepercayaan kepada syaikh Aiman. Di atas hal ini semua, kami melihat apa yang dapat membantu kemashlahatan umum untuk jihad dalam masa ini adalah dengan berbai’atnya syaikh Aiman kepada al-Baghdadi dan masuknya tanzhim al-Qa’idah ke dalam Daulah, sehingga dengan ini maka timbangan akan ditegakkan kepada yang berhak, dan dengannya di akhiri manhaj ghuluw, dan sempurnalah penjagaan kepada para mujahidin kita dan pemuda kita dan mengembalikan mereka untuk berjalan mengikuti para guru mereka dan komandan mereka di bawah wadah apa pun, walaupun khilafah yang dideklarasikan oleh Adnani bukan pada waktunya.”
Ringkasan surat dan makar di dalamnya:
  1. Mereka memberikan usulan kepada azh-Zhawahiri strategi untuk menembus khilafah dengan seluruh cabag tanzhimnya.
  2. Bahwa mereka akan memerangi sikap “ghuluw” pada khilafah dari arah dalam, yakni maksudnya memerangi manhaj khilafah dalam masalah ushul takfir yang telah tetap di dalam al-Quran, as-Sunnah dan jalan kaum salaf.
  3. Bahwa mereka akan “memperbaiki”, maksudnya dengan menyebarkan siasat dan kesesatan ala Zhawahiri, seperti berdamai dengan Rafidhah, Quburiyah, Ikhwan Muflisin, dan shahawat, berkerja sama, dan mencari keridhoan mereka.
  4. Bahwa mereka akan mengangkat simbol-simbol golongan Zhawahiri dari dalam: Al-Wuhaisyi, Abdul Wadud dan selainnya, dan menjadikan para pemuda jihad mengagungnkan mereka dan taqlid kepada mereka.
  5. Mereka menyarangkan para pemimpin kelompok mereka di Libya, Mali, Tunisia, Yaman, Somalia danYordania untuk melakukan strategi ini.
  6. Bahwa mereka, meskipun menyelisihi strategi yang mereka yakini sesuai “Syar’i” namun mereka melihat ada “Mashlahat” di dalamnya.
  7. Bahwa mereka akan memperkuat kekuatan tanzhim dan kekuatan “Umat dan ulama” dengan strategi ini baik dari dalam maupun dari luar, maksudnya adalah “umat” sururiyah dan ulama-ulama dan tanzhim-tanzhimnya.
Mereka membuat makar, dan Allah membuat makar, dan Allah sebaik-baik pembuat makar, mereka tidak berhasil menjatuhkan mujahidin ke dalam jebakan mereka, hanya saja sebagian “Yahudi Jihadi” memanfaatkan masuknya manusia secara berbondong-bondong ke dalam Khilafah untuk mencoba mengulangi “Percobaan Yahudi” secara parsial, mereka memasukkan sebagian orang-orang yang pro kepada mereka ke dalam barisan khilafah untuk mereka keluarkan kembali setelah itu sambil mengatakan; “Kami telah mengetahui mereka di dalam kesesatan dan kerusakan setelah kami mencoba bersama mereka!” inilah yang ingin dilakukan oleh al-Qa’idah Yaman dengan kantor media barunya mengikuti apa yang telah dilakukan oleh si pengkhianat murtad Al-Jaulani yang sudah lebih dahulu melakukannya di Syam dengan Mu`assasah “al-Bashirah.”
Dan tidaklah kejadian “Pemisahan diri” yang terkenal ini melainkan salah satu episode dari drama konspirasi ini, kepala intinya adalah si bodoh yang terkena fitnah yang bernama “Abu Khaibar ash-Shumali,” dia datang ke Yaman setelah dia menemani seorang da’I Zhawahiri di sana (Al-Wuhaisyi) bersama seorang da’I Zhawahri di Somalia, setelah itu dia masuk ke dalam barisan khilafah dan mulai menyebarkan fitnah mengikuti cara seperti para penyebar fitnah di medan jihad sebelumnya, dia menjadikan ijtihad dalam masalah jihad yang tidak sesuai denagn pandangannya dan hawa nafsunya sebagai penyelewengan terhadap “Manhaj Nubuwwah”, dan apa yang sesuai dengan pandangan dan hawa nafsunya itulah “Manhaj Nubuwwah.” Persis seperti pendahulunya di Syam Abu Syu’aib Al-Mishri (Si pelukis karikatur “Syar’I”, yang menganggap bahwa membunuh wanita nushairiah dan tidak menjadikan mereka sebagai budak dalam peperangan di Hamah sebagai “berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah.”)
Lalu ketika dia dihukum oleh beberapa amir karena banyaknya fitnah dan kerusakannya, dan memerintahkan untuk mengecek ulang surat rekomendasinya, dia segera menjalankan strategi yang telah dirancang lewat bisikan dari para setan tanzhim yang mengalir di dalam dirinya melalui jalan darahnya – baik dia merasakannya atau tidak – setelah dia berbicara dengan orang-orang lain yang masih terdapat kelemahan di dalam hatinya, yang tertipu dengan tanzhim yang telah berbai’at kepada thaghut Thaliban, dia kemudian berkirim surat dengan orang-orang yang telah terasuki hatinya sifat irja`, berhala pangkat dan pendapat pribadi; seruannya berputar pada empat hal:
  1. Para amir menolak “Hukum Allah”. Maksudnya adalah para amir menolak pendapat yang sesuai dengan hawa nafsu kaum murji’ah dan jahmiah dalam menghukumi kaum murtadin. Dan sepertinya syubhat ini datang kepada mereka dari para da’I Zhawahiri di Syam, al-Jaulani, Asy-Syami dan al-Muhaisini.
  2. Para amir menjadi sebab syahidnya para ikhwah, yakni para penyebar fitnah mengulang-ulang perkataan kaum munafikin {Andai mereka menaati kami tentu mereka tidak akan terbunuh} [Ali Imran: 168] {Andai mereka di sisi kami tentu tidak akan mati atau terbunuh} [Ali Imran: 156], seperti syubhat ini datang dari para da’I Zhawahiri di Dar’a; Al-Harari, al-Kuwaiti dan selain keduanya yang menganggap bahwa mujahidin di kirim kepada kematian mereka di ‘Ain Islam!
  3. Para amir berlaku zhalim. Padahal maksudnya adalah menghukum orang-orang yang berbuat maksiat dan menyebarkan fitnah, mereka ingin sebuah khilafah yang tidak didengar dan tidak ditaati oleh seorang pun, setiap tentara dapat “Berijithad” dengan apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsu dan jiwanya!.
  4. Para amir mengharuskan manusia untuk mengikuti pendapat mereka, yakni dalam masalah ijtihad umum … bahkan dalam masalah yang sebenarnya tidak dibenarkan perbedaan pendapat di dalamnya!
Kemudian berdasarkan hal ini mereka mengklaim bahwa wali tidak di atas manhaj nubuwwah sehingga tidak boleh ditaati, walaupun menaatinya di dalam hal yang hukumnya fardhu ‘ain – perang di jalan Allah!
Kemudian mereka datang dengan membawa statemen melalui cara Hakim al-Muthairi (‘Mursyid’ al-Qa’idah Zhawahiri) dengan membawakan riwayat dari Ubadah ibn Shamit radhiyallahu anhu, dan menjadikannya dalil bukan pada tempatnya dan bukan pada apa yang ditunjukkannya, dan menjadikannya syubhat untuk membenarkan maksiat mereka, pembangkangan mereka dan keluarnya mereka! Dan pura-pura bodoh dengan perkataan-perkataan para shahabat lainnya dan salafus shalih dalam masalah ini, padahal ini sangat jelas dan masyhur sekali! Penuntut ilmu yang junior pun akan dapat menemukannya di dalam kita-kitab aqidah seperti kitab Ibnu Abi ‘Ashim, Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, al-Khallal, al-Lalika`i, al-Barbahari dan ibnu Baththah dan selain mereka … mereka pura-pura bodoh sebagaimana ahlul bid’ah, meriwayatkan apa yang mereka miliki dari hal-hal yang mutasyabihat dan mengaku-aku bahwa apa yang ada pada mereka adalah sesuatu yang muhkam.
Kemudian ditanyakan kepada pelaku maksiat ini: Apakah Ubadah radhiyallahu anhu mengatakan perkataannya itu di masa peperangan dahsyat khilafah pada hari kebanyakan perangnya adalah jihad defensif – ini jika memang sisi pengambilan dalil mereka benar – atau apakah di zaman yang tidak terdapat kemurtadan di dalamnya, dan kaum musyrikin tidak memerangi khilafah, bahkan kaum muslimin memerangi Persia dan Romawi? Dan apakah Ubadah mengatakan; “Aku tidak akan menaatimu wahai Amir pada apa yang engkau perintahkan kepadaku dari hal-hal fardhu ‘ain, bersama siapa yang telah ditunjuk sebagai amir oleh imam kepada kita? Dan apakah dia mengajak kaum muslimin untuk memisahkan diri dari Muawiyah radhiyallahu anhu dan membangkang kepadanya dalam perintah untuk melakukan kewajiban dien bersama siapa yang telah ditunjukknya sebagai amir? Apakah dia keluar dari negeri Syam dengan mendurhakai amirnya? Maka apakah sah menjadikan atsar ini sebagai dasar para pelaku maksiat?
Dan Apakah Khalifah hafizhahullah memerintahkan untuk menaati walinya dalam perkara maksiat, hingga harus berdalil dengan hadits; “Maka siapa yang masuk menemui mereka dan membenarkan kedustaan mereka, memantu mereka dalam kezhaliman maka dia bukan bagian dariku dan aku bukan bagian darinya”?
Kemudian apakah bai’at itu hanya kata-kata pinggiran, formalitas saja, yang tidak memiliki konsekwensi dan tidak diikuti hukum-hukum? Mereka mengaku berbai’at kepada Khalifah dan bersamaan dengan itu mengajak kepada bai’at terhadap diri mereka sendiri! Ya, mereka sebenarnya menyeru dengan lidah keadaan mereka untuk berbaiat kepada diri mereka baik mereka merasakannya atau tidak, sesungguhnya di antara hak imam – dan bukan hak rakyat – untuk menunjuk wali, hakim, para amir, imam, dan mengharuskan manusia untuk mengikuti pendapatnya dalam perkara ijtihad dan bukan pendapat yang lain, bahkan yang lebih buruk itu dari itu bahwa kelompok ini mengajak manusia secara terang-terangan untuk bermaksiat kepada para amir yang telah ditunjuk oleh khalifah hingga rakyat tidak mau membantunya untuk menjalankan kewajibannya, beginilah tangan satu tubuh itu terputus, perintah imam tidak lagi dijalankan dan tidak dianggap kekuasaanya, bahkan tidak ditegakkan syariat dien untuk berjama’ah dan berpegang teguh kepada perintah Allah Jalla wa ‘Ala! Di manakah posisi mereka dari perkataan al-Faruq radhiyallahu anhu; “Tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan.” [Sunan ad-Darimi].
Apakah seruan kelompok ini masuk ke dalam seperti apa yang dikatakan oleh shahabat Ubadah? Atau lebih mirip dengan perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; “Akan terdapat perang demi perang, maka siapa yang ingin memecah belah urusan umat ini sedang dia dalam keadaan bersatu, maka pukullah dia dengan pedang siapa pun dia”. Dan sabdanya shallallahu alaihi wa sallam; “Siapa yang datang kepada kalian sedang urusan kalian dalam keadaan bersatu di atas satu orang, lalu dia ingin memecah tongkat kalian dan memecah persatuan kalian, maka bunuhlah dia”, dan sabdanya shallallahu alaihi wa sallam “Apabila dibaiat dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya”.
Jika dikatakan bahwa mereka tidak keluar dari ketaatan imam, aku jawab bahwa mereka mencabutnya dalam hak-hak khususnya, yang tanpa hak-hak itu maka tidak akan terealisasi khilafah di muka bumi, dan mengajak manusia kepada kesesatan mereka secara terang-terangan tanpa malu, itu semua setelah mereka memberikan bai’at dan memberikan sepenuh tangan mereka, dan seandainya khilafah mengakui tindakan mereka – dan mana mungkin mengakuinya – maka itu akan menjadi sunnah yang buruk bagi setiap penyebar fitnah lagi terkena fitnah di wilayah-wilayah khilafah, untuk keluar dari walinya dan mengajak manusia untuk bermaksiat kepadanya dengan mengaku lewat lisan dustanya bahwa perbuatannya adalah ‘memisahkan diri’ dan bukan kerusakan, maka apakah khilafah akan mencapai Konstantinopel dan Romawi jika imamnya mengakui kemaksiatan orang-orang ini? Bahkan apakah khilafah akan bertahan di garis tsughurnya dan negerinya jika mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan?
Aku berharap semoga Allah menunjukkan siapa saja yang masih terdapat kebaikan di dalam hatinya walau seberat zharrah kepada petunjuk-Nya. Adapun “Yahudi Jihadi” yang terus saja kagum dengan pendapat mereka, dan berlomba-lomba dalam meraih jabatan dan ragu dengan kesesatan Akhtar dan Zhawahiri, maka semoga Allah menjauhkan mereka.
Ditulis oleh:
Abu Maisarah asy-Syami – ghafarahullah
Selesai diterjemahkan: Rabiul Awwal 1437H/Januari 2016

9 ADAB HUTANG-PIUTANG


1. Jangan pernah tidak mencatat hutang piutang.
“Wahai orang2 yang beriman, apabila kalian melakukan hutang piutang untuk waktu yg ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya..” (QS: Al Baqarah: 282)

2. Jangan pernah berniat tidak melunasi hutang.
“Siapa saja yg berhutang, sedang ia berniat tidak melunasi hutangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri..” (HR Ibnu Majah)

3. Jangan pernah menunda-nunda membayar hutang.
“Menunda-nunda (pembayaran hutang) bagi orang yang mampu adalah kedzaliman..” (HR Bukhari dan Muslim)

4. Jangan pernah menunggu ditagih dulu baru membayar hutang.
“Sebaik-baik orang adalah yg paling baik dalam pembayaran hutang..’ (HR Bukhari dan Abu Daud)

5. Jangan pernah mempersulit dan banyak alasan dalam pembayaran hutang.
“Allah ‘Azza wa jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, dan melunasi hutang..” (HR Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

6. Jangan pernah meremehkan hutang walaupun sedikit.
“Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada hutangnya hingga hutangnya dibayarkan..” (HR Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi, dan Ibnu Majah)

7. Jangan pernah berbohong kepada pihak yang menghutangi.
“Sesungguhnya, apabila seseorang berhutang, maka bila berbicara ia akan dusta dan bila berjanji ia akan ingkari..” (HR Bukhari dan Muslim)

8. Jangan pernah berjanji jika tidak mampu memenuhinya.
“… Dan penuhilah janji karena janji itu pasti dimintai pertanggungjawaban..” (QS: Al Israa’ : 34)

9. Jangan pernah lupa doakan orang yg telah menghutangi.
“Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tdk mendapati apa yg dpt membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar2 telah membalas kebaikannya..” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Dan yang paling penting :

JANGAN PERNAH.... LUPA BAYAR.

Semoga Allaah mewafatkan kita dlm keadaan bersih, beriman & bertaqwa kepada Allaah dan terbebas dari segala lilitan hutang.

Aamiin.

Menyingkap Topeng Salafi


Oleh : Sahlan Ahmad

Untuk mengupas siapa Salafi sebenernya, ada baiknya kita kembali ke dunia nyata. Karena berdebat teoritis dengan mereka, rasanya tidak ada ujung dan pangkalnya.

🔹Pertama, salafi berpendapat bahwa wajib taat kepada pemimpin muslimin, adil maupun zalim. Apapun bentuk negara dan konstitusinya. Selama masih shalat.

Baiklah, anggap kita sepakat dalam masalah ini.

Tapi apa yang terjadi di Mesir?
Ketika Mursi naik menjadi presiden dengan cara "damai". Artinya dia menjadi presiden dari pemilu bukan hasil pemberontakan. Tidak sekali pun ucapan selamat keluar dari bibir orang salafi utk Mursi. Sebagai tanda tunduk kepada seorang ulil amri yang baru.

Setahun kemudian, ketika jenderal Assisi melakukan kudeta militer berdarah. kemana salafi berpihak? Salafi malah bergabung dengan para pemberontak, dan mengeluarkan fatwa, bahwa halal menumpahkan darah demonstran pendukung Mursi.

Pertanyaannya, kenapa salafi tidak tunduk kepada "ulil amri" yang sah (Mursi) dan malah berpihak kepada pemberontak?

🔹Kedua, tidak boleh mengumumkan jihad tampa seijin imam. Konsekuensinya adalah mereka tidak mendukung jihad Palestina.

Anggap kita setuju dengan mereka dalam hal ini. Sekali lagi, anggap, anggap kita setuju dengan mereka. Mari kita lihat kenyataan yang terjadi.

Ketika Dammaj salah satu wilayah di Yaman, diserang oleh milisi Syiah, tiba tiba kelompok salafi mengumumkan jihad. Dan menyeru agar para pemuda datang membantu mereka. Selidik punya selidik, ternyata di salah satu sisi di wilayah Dammaj merupakan markasnya Salafi.  Sehingga sangat mungkin ini terjadi. Kemungkinan mereka terdesak, sehingga lupa dengan prinsip yang dipegang.

Ya Allah.... Mereka baru sehari diserang langsung berteriak jihad.... Jihad... Jihad. Padahal presiden Yaman Ali Abdullah Shaleh belum mengumumkan jihad?

🔹Ketiga, salafi selalu menjadi penghianat dalam perjuangan umat Islam.

Salah satu buktinya adalah ketika jihad Aljazair meletus, melawan penjajah Fasis Italia, muncul kelompok yang mengaku paling salaf, yang menfatwakan bahwa Umar Mukhtar dan pengikutnya adalah khawarij yang wajib diperangi. Sementara penjajah Italia adalah ulil amri yang harus ditaati.

🔹Keempat, salafi mengakui batas teritorial buatan penjajah. Konsekuensinya adalah umat islam wajib taat kepada ulil amri setempat.

Artinya umat Islam Indonesia wajib taat kepada ulil amri Made In Indonesia. Dan seterusnya.

Anggap kita setuju dengan mereka dalam masalah ini. Sekali lagi, anggap saja! Tapi kenapa mereka tidak mendukung jihad Imarah Afganistan?

Bukan kah pemimpin sah Imarah Afganistan adalah Taliban? Dan mereka mendeklarasikan jihad? Pertanyaannya, atas alasan apa mereka tidak mendukung jihad Afganistan?

Bukankah jihad di sana adalah hasil deklarasi ulil amri setempat, yaitu Taliban? Begitu pula dengan jihad Palestina. Kalau mereka konsisten, apa urusannya mereka mencela jihad Palestina?

Bukankah Mahmud Abbas, Presiden Palestina hari ini juga mendeklarasikan jihad. Artinya, jihad mereka mendapatkan legalitas dari ulil amri setempat.

Saya jadi curiga, jangan jangan ulil amri bukan lagi wilayah agama semata, tapi masalah politik dan kepentingan. Atau memang ulil amri mereka hanya penguasa Saudi?

🔸🔹🔸🔹

Friday, June 16, 2017

Cahaya Allah Tidak Akan Padam Oleh Lisan Kaum Munafik

   📝Oleh: Abu Usamah JR

يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (8) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ (9

"Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik benci".(QS As Saff:8-9).

Allah 'azza wa jalla menjamin akan tetap menjaga islam untuk tetap nampak dalam kehidupan manusia. Meskipun akan senantiasa ada lisan-lisan keji yang  berusaha untuk memadamkan cahaya islam, namun itu hanya seumpama orang yang ingin menutupi cahaya matahari dengan telapak tangannya. Sebab Allah berkehendak untuk mengunggulkan islam di atas semua sistem hidup yang ada.

Nampak terangnya cahaya islam yang mulai menerangi semesta pada era ini ditandai dengan kembalinya khilafah islamiyah. Ia menjadi bukti dan simbol wujud islam sebagai sistem yang mengatur kehidupan manusia. Bahkan ia menjadi pertanda akan berubahnya tatanan kehidupan dunia dari dominasi sistem kafir beralih ke dominasi sistem islam. Ini juga sekaligus pertanda bahwa era kemenangan dan kejayaan islam telah dimulai.Itu berarti akan menjadi mimpi buruk dan bencana bagi para penguasa kafir di dunia ini.

Maka tidak heran jika kemudian orang-orang kafir sangat marah, geram dan dongkol dengan kehadiran khilafah islamiyah.Lantas mereka kemudian bersatu padu untuk melenyapkan daulah islamiyah dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki.Dan hal tersebut sama sekali tidak mengherankan,sebab sudah menjadi tabiat dari orang-orang kafir membenci dan memusuhi islam.Namun yang sangat mengherankan jika kemudian ada orang yang mengaku muslim namun ia dongkol, benci dan geram dengan kehadiran khilafah islamiyah.

Inilah kenyataan yang terjadi pada hari ini. Dimana yang turut aktif memerangi dan memusuhi khilafah islamiyah bukan hanya dari kalangan kaum kafir, namun juga mereka yang mengaku dirinya muslim.Mereka yang mengaku muslim ini juga tidak kalah sengit permusuhannya terhadap khilafah islamiyah. Bahkan mereka tidak segan- segan melakukan fitnah yang keji dan tuduhan tak berdasar kepada khilafah islamiyah.

Kaum munafiq yang mengaku muslim memiliki keinginan yang sama dengan kaum kafir, yaitu hancurnya khilafah islamiyah.Jika kaum kafir mengerahkan angkatan perangnya untuk memerangi khilafah islamiyah. Maka kaum munafiq yang memiliki kekuatan persenjataan juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh orang-orang kafir.Adapun kaum munafiq yang tidak memiliki kekuatan,maka mereka menggunakan lisan dan tulisan untuk menyerang khilafah islamiyah.

Kita bisa menyaksikan bagaimana kaum munafiq di negeri ini menginginkan padamnya cahaya islam dengan lisan dan tulisan mereka.Kaum munafiq itu menggunakan lisan dan tulisan mereka untuk menghimpun umat islam untuk bersama-sama mereka memerangi khilafah islamiyah. Ada yang aktif berkeliling kota di Indonesia untuk menebarkan kebencian kepada khilafah islamiyah dan menjauhkan kaum muslimin dari mendukung khilafah ini.Tanpa malu mereka menyebut forum-forum sesat mereka sebagai diskusi ilmiyah,kajian islam, bedah buku atau tabligh akbar.

Sematan-sematan buruk diberikan oleh kaum munafiq kepada khilafah islamiyah dan khalifahnya.Ada yang menyebut khalifah Abu Bakar Al Baghdady sebagai sosok As Sufyani yang akan menyerang ka'bah untuk membunuh Al Mahdi.Tuduhan ini tentu sangat konyol dan tidak berdasar.Sebab hadits tentang As Sufyani (jika memang itu shahih)  adalah hadits tentang kabar.Dimana kita tidak bisa memastikan sosok tertentu yang disebutkan di dalam hadits sebelum semua ciri yang disebutkan dalam hadits tersebut terpenuhi.

Maka memastikan bahwa Amirul mukminin Abu Bakar Al Baghdady sebagai As Sufyani sama dengan mengklaim mengetahui hal yang ghaib.Tidak ada y

*-* MILLAHIBRAHIM *-*, [14.06.17 17:15]
ang berbuat demikian kecuali orang-orang sesat dan rusak manhajnya.Nash tentang as sufyani,dajjal,al mahdi,ya'juj dan ma'juj adalah nash tentang khabar yang kita diperintahkan untuk membenarkannya, bukan untuk menunggunya, apalagi memastikan sosoknya tanpa bukti yang lengkap.Sedangkan menegakkan islam dalam wadah khilafah islamiyah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan.

Kaum munafiq juga aktif mengobarkan permusuhan, fitnah dan kebencian melalui tulisan.Sebuah situs berita yang dikelola para pendusta pernah mengabarkan bahwa ahlul haali wal 'aqdi telah mencopot Syaikh Abu Bakar Al Baghdady dari jabatan khalifah.Ketika ternyata berita tersebut dusta, sang pendusta segera menghapus dari halaman situsnya tanpa meminta ma'af atas kesalahannya.

Ketahuan berdusta tidak membuat situs berita milik anak calon presiden NKRI bersyariah itu kapok dari kedustaannya.Sang pendusta mengulangi kedustaannya dengan mengabarkan bahwa Amirul mukminin Syaikh Abu Bakar Al Baghdady telah gugur dalam pertempuran.Seperti biasa, ketika berita tersebut ketahuan dustanya segera dihapus dari halaman situs sampah tersebut.

Itulah contoh upaya kaum munafiqin yang menginginkan lenyapnya khilafah islamiyah.Namun Allah justru semakin menyempurnakan cahaya-Nya dengan menjaga dan mengokohkan khilafah ini.Bahkan pengaruh dan wilayah kekuasaannya terus meluas ke wilayah afrika,asia dan eropa.Inilah kebenaran dari janji Allah yang akan semakin menyempurnakan cahayanya.

Khilafah islamiyah ini tidak akan hancur oleh lisan-lisan keji para munafiqin.Allah 'azza wa jalla akan menolong dan meneguhkannya sesuai dengan janji-Nya dalam kitab-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu".(QS:Muhammad:7).

Khilafah Islamiyah adalah kumpulan orang-orang beriman yang berjuang untuk menolong dienullah.Perjuangan mereka semata-mata untuk tingginya kalimat Allah.Maka khilafah islamiyah berada dalam jaminan janji Allah untuk mendapatkan pertolongan dan peneguhan.Khilafah ini dalam dukungan dan penjagaan dzat Yang Maha Kuat,sedangkan kaum munafiqin tidak memiliki penolong.

Allah 'azza wa jalla berfirman:


وَأُخْرَىٰ تُحِبُّونَهَا ۖ نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

"Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman".(QS As Saff:13)

Khilafah islamiyah menghidupkan syariat jihad untuk menegakkan islam di muka bumi.Jihad di jalan Allah menjadi jalan perjuangan yang tidak pernah ditinggalkan oleh khilafah islamiyah sejak awal perintisannya.Dan perluasan wilayah dan penjagaan wilayah khilafah islamiyah juga dilakukan dengan jihad.Maka khilafah islamiyah berada dalam jaminan Allah untuk mendapatkan pertolongan dan kemenangan yang dekat.

Dengan demikian khilafah islamiyah akan senantiasa dalam pertolongan Allah dan dikaruniakan kemenangan.Maka khilafah islamiyah akan semakin kuat dan semakin luas wilayah kekuasaannya dengan pertolongan Allah dan penjagaan Allah.Sedangkan kaum munafiqin akan terus kelelahan dalam kesia-siaan dan akan semakin dijauhkan dari pertolongan Allah.

Allah 'azza wa jalla berfirman::

هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ

"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)".(QS Ar Rahman:60)

Khilafah islamiyah telah banyak melakukan kebaikan untuk menolong dienullah dan kaum muslimi.Menegakkan hukum Allah, melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar, membela jiwa dan kehormatan kaum muslimin, memerangi orang-orang kafir dan menjaga kemurnian dienullah, itulah di antara kebaikan yang telah dilakukan oleh khilafah islamiyah. Dan Allah menjamin akan membalas kebaikan dengan kebaikan pula.Maka Allah akan menguatkan pilar-pilar khilafah ini, menjaga dari musuh-musuhnya,membela dari tangan-tangan kotor dan lisan-lisan keji yang ingin menodainya dan dan akan memperluas dan menguatkan kekuasaannya,meskipun orang-orang kafir danmunafiq tidak menyukainya.

Sedangkan kaum munafiq yang dengki terhadap khilafah ini telah banyak berbuat keburukan terhadap islam dan kaum muslimin. Mereka menfitnah,menebar kebencian, memberikan sematan buruk dan menuduh tanpa bukti terhadap khilafah islamiyah ini.Dan tidaklah keburukan pasti akan dibalas dengan keburukan pula.Maka Allah pun akan menginakan kaum munafiq, menjauhkannya dari kebenaran, membiarkannya sesat dan akan menimpakan kekalahan baginya.

Maka para munafiqin boleh memilih antara terus menggonggong menfitnah, menebar kebencian dan menuduh tanpa bukti terhadap khilafah ini,ataukah diam.Jika para munafiqin itu memilih untuk terus menggonggong, maka ketahuilah bahwa gonggongan kalian tidak akan bisa menghentikan laju khilafah islamiyah untuk menggapai kemenangan dan kejayaan dengan izin Allah. Dan jika kalian memilih diam maka itu lebih baik untuk kalian. Ketahuilah cahaya Allah tidak akan padam oleh lisan-lisan keji para pendengki lagi munafiq...!!


Wallahu Musta'an
03 Rajab 1438H



*-* MILLAHIBRAHIM *-*
https://telegram.me/JALAN_YANG_LURUS