Oleh: Abu Maysarah Asy-Syami
Alih Bahasa: Usdul Wagha
Alih Bahasa: Usdul Wagha
Segala puji bagi Allah yang Maha Besar
dan Maha Tinggi, Shalawat serta salam tercurah kepada yang murah senyum
dan yang membunuh, juga terhadap keluarganya yang baik dan suci. Amma
ba’du;
Aku melihat sebagaimana orang lain juga
melihat, adanya sebuah rilisan yang dikeluarkan sebuah mu`assasah tak
dikenal muncul secara tiba-tiba, menampilkan sesosok laki-laki dengan
“wajah yang tertutup” untuk menjelek-jelekkan khilafah dengan mengatakan
bahwa mereka dahulu berasal dari junud wilayah Yaman, pemandangan ini
mengingatkanku dengan Mu`assasah “Al-Bashirah” dan kesaksiannya yang
tidak akan mampu menunda perbaikan dien di setiap ujung seratus tahun
dengan dideklarasikannya khilafah di Iraq dan Syam hanya dalam satu
hari, dan sepertinya para sekutu Dewan Nasional Hadhrami mengikuti
langkah para sekutu Konferensi Riyadh sejengkal demi sejengkal, bahkan
sebenarnya pendahulu mereka dalam hal ini adalah kaum yang mendapat
murka (maghdhub) dan laknat dari kalangan pendeta Bani Israil…
Allah Ta’ala berfirman menjelaskan konspirasi Yahudi yang gagal:
{وَقَالَت
طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى
الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُونَ}
“Dan segolongan Ahli Kitab berkata
(kepada sesamanya), “Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada
orang-orang beriman pada awal siang dan ingkarilah di akhirnya, agar
mereka kembali (kepada kekafiran).” [Ali Imran: 72]
As-Suddi rahimahullah berkata:
“Pendeta-pendeta perkampungan Arab berjumlah 12 pendeta, sebagian mereka
berkata kepada sebagian yang lain; ‘Masuklah kalian ke dalam ajaran
Muhammad di awal siang dan katakanlah kami bersaksi bahwa Muhammad itu
benar dan jujur, dan di akhir siang maka ingkarilah dan katakanlah oleh
kalian ‘Sesungguhnya kami telah kembali kepada ulama-ulama dan
pendeta-pendeta kami, lalu kami bertanya kepada mereka dan mereka
mengatakan; ‘Sesungguhnya Muhammad adalah seorang pendusta dan kalian
tidak berada di atas apa pun’, dan kami telah kembali ke agama kami dan
itu lebih mengagumkan kami dari pada agama kalian, semoga saja mereka
menjadi ragu dan mengatakan: mereka sebelumnya bersama kita di awal
siang, maka bagaimana keadaan mereka? Maka Allah memberitahukan hal itu
kepada Rasul-Nya”. [Tafsir Ath-Thabari].
Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam al-Umari
(rahimahullah) berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda; “Janganlah sekali-kali menemui kami di tengah kota Madinah
kecuali seorang mukmin.” Maka para pemimpin Yahudi mengatakan; “Pergilah
dan katakanlah kami beriman dan ingkarlah ketika kalian kembali kepada
kami”. Mereka datang ke Madinah di waktu pagi-pagi dan kembali kepada
mereka setelah waktu ashar. Mereka apabila masuk ke kota Madinah
mengatakan; “Kami adalah Muslim!” untuk mengetahui kabar tentang
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan urusannya, orang-orang
beriman mengira mereka adalah orang-orang mukmin, maka mereka
(Orang-orang Yahudi yang menyamar_pent) berkata kepada mereka
(orang-orang beriman_pent); “Bukankah dia telah berkata kepada kalian
bahwa di dalam Taurat seperti ini dan ini…” maka mereka menjawab;
“Tentu.” Dan apabila mereka kembali ke kaum mereka maka mereka berkata;
{“Apakah akan kamu ceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan
Allah kepadamu.”} [Al-Baqarah: 76] [Tafsir Ath-Thabari].
Benar, “Para penasihat Yahudi” telah
berkumpul di dekat kota Madinah dan sebagian mereka berkata kepada
sebagian yang lain; “Berimanlah kalian di awal siang dan masuklah kota
Yatsrib dan berpura-puralah shalat seperti shalatnya Muhammad dan
duduklah bersama teman-temannya dan ajaklah mereka bicara dan jawablah
pertanyaan mereka dengan ilmu yang ada pada kalian, dan dengarkanlah
informasi tentang Muhammad dan keadaannya, lalu kembalilah kepada kami
dan beritahukanlah kepada kami seluruh informasinya, kemudian katakanlah
kepada para shahabatnya bahwa kalian telah kembali (murtad) dari
agamanya setelah jelas penyelewengannya dari al-Kitab, dan katakanlah
keburukan Muhammad dan tentang agamanya semoga sebagian kaum muslimin
akan kembali ke dalam kesyirikan nenek moyang mereka, kemudian kita akan
berhasil menaklukkan orang-orang kafir sebagaimana dahulu kita
lakukan!”
Dan para “Penasihat Yahudi” ini memiliki
trik lain seperti yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi rahimahullah; “Aku
peringatkan kalian dari hawa nafsu yang menyesatkan, dan yang terburuk
adalah Rafidhah, yang demikian karena ada di antara orang-orang mereka
ada orang-orang Yahudi yang menyelinap (pura-pura masuk) ke dalam Islam
untuk menghidupkan kesesatan mereka, sebagaimana Paulus ibnu Syawil
pemimpin Yahudi yang pura-pura masuk kristen untuk menghidupkan
kesesatannya. Mereka tidak masuk ke dalam Islam karena mengharapkan
pahala tidak juga karena takut kepada Allah, akan tetapi karena benci
kepada kaum muslimin dan permusuhan kepada mereka, di antara mereka
adalah Abdullah ibn Saba (Seorang Yahudi dari Yahudi Shan’a)”.
[Diriwayatkan oleh al-Khallal dan al-Lalika`i dan selainnya].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata; “Orang yang pertama kali membuat-buat penolakan
(rafdh, asal kata rafidhah_pent) adalah seorang munafiq zindiq yang
bernama Abdullah ibn Saba`, dia ingin merusak dien kaum muslimin
sebagaimana yang dilakukan Paulus pemilik surat-surat terhadap dien
Nasrani, dia mana dia membuat-buat bid’ah yang merusak dien mereka,
dahulu dia seorang Yahudi lalu seolah-olah masuk Nashrani secara munafik
dengan tujuan ingin merusaknya, begitu juga Ibnu Saba` yang bertujuan
seperti itu, lalu dia beruasaha mengobarkan fitnah dengan tujuan untuk
merusak millah namun tidak berhasil, akan tetapi dia berhasil membuat
kerusuhan dan fitnah hingga menyebabkan terbunuhnya Utsman Radhiyallahu
anhu dan terjadilah apa yang terjadi dari fitnah”. [Majmu’ Fatawa].
Beliau juga berkata; “(Ibnu Saba’) memperlihatkan seolah seorang yang
rajin beribadah, kemudian memperlihatkan amar ma’ruf nahyi munkar hingga
dia beruasaha membuat fitnah terhadap Utsman dan membunuhnya, lalu
ketika dia tiba di Kufah, dia menampakkan sikap ghuluw terhadap Ali dan
menetapkannya demi meraih apa yang menjadi tujuannya.” [Minhaju
as-Sunnah].
Ya, sesungguhnya para “penasihat Yahudi”
di Yaman – Ibnu Saba` dan teman-temannya – “Masuk” ke dalam Islam dengan
tujuan menghapus simbol-simbol dien dan menghilangkan syariatnya,
mereka mengira jika mereka berhasil menyesatkan kaum muslimin dari
kelurusan dien yang agung ini, Allah akan menolong Bani Israil atas
musuh-musuh mereka dari kalangan Arab Bani Ismail dan musuh-musuh dari
umat lainnya, dan ketika usaha mereka lemah dan tidak berhasil, maka
mereka menyalakan api fitnah di antara kaum muslimin hingga terbunuhlah
Dzun Nurain dan Abu al-Hasanain radhiyallahu anhum.
Ketahuilah, itulah siasat al-Qa’idah
Zhawahiri, “Yahudi Jihadi” … di mana dia ingin masuk ke dalam Khilafah
dan membuat penyimpangan di dalam manhajnya dari dalam – dan itu tidak
akan berhasil dengan izin Allah dan itu akan bertahan (baqiyah) di atas
manhaj Nubuwwah dengan izin Allah walau mereka tidak menyukai – kemudian
mereka menyalakan api fitnah di antara barisan khilafah setelah
membatalkan bai’at mereka agar orang-orang yang memiliki penyakit di
dalam hatinya ikut keluar bersama mereka, dan Allah membersihkan barisan
khilafah dari orang-orang munafik dan sesat serta pengikut mereka.
Langkah pertama mereka di mulai dengan
masuknya seluruh cabang tanzhim ke dalam bai’at khilafah untuk
memperlihatkan “aliran seimbang” di atas “aliran ghuluw”, atau seperti
yang mereka katakan “Aliran Baghdadi” atas “Aliran Adnani”, mereka
mengira bahwa khilafah itu seperti “Aliran-aliran” para imam sesat –
al-Maqdisi, Filisthini, as-Siba’i dan lain sebagainya yang berbeda dalam
dasar kesesatan mereka dan saling meledek satu sama lain dengan
‘kicauan’ kemudian saling menikam satu sama lain dengan risalah pribadi –
namun khilafah itu tidak lain adalah hijrah dan jihad, mendengar, ta’at
dan jamaah di atas minhaj nubuwwah, hati para pemimpin mereka di dalam
keyakinan dan manhaj seperti hati satu orang laki-laki, dan
tentara-tentaranya laksana satu tubuh yang saling menguatkan satu sama
lain, akan tetapi tampaknya bahwa para imam “Ibrani” telah menyihir
“Yahudi Jihadi” hingga mereka mengatakan kesesatannya dan membenarkan
kepalsuannya.
Dan di dalam surat yang sampai kepadaku –
dari arsip surat menyurat Al-Qa’idah Maghrib – ditulis pada bulan
Ramadhan 1435H, “Penasihat Yahudi Jihadi” di Afrika Utara (Abu ‘Ayyadh
at-Tunusi) kepada “Penasihat Yahudi Jihadi” di Khurasan (Azh-Zhawahiri)
mengatakan:
“Tidak samar bagi kalian situasi yang
terjadi setelah tersingkapnya kabut fitnah di Syam, yang berakhir dengan
dideklarasikannya Khilafah, dan saya tidak senang untuk membahas
masalah ini, atau lebih tepatnya musibah serius yang menimpa umat ini
dari sudut yang aku lihat sudah banyak ikhwah membahas dari arahnya,
akan tetapi aku lebih senang untuk bergeser kepada mencari solusi dalam
menghadapinya, karena suka atau tidak suka dia telah menjadi kenyataan
yang tidak bisa dihindari dan menjadi gelombang yang akan menghantam
seluruh medan jihad baik di timur dan di barat, di utara dan selatan”.
Kemudian dia berkata; “Dan mengingat menyebarnya raja kebodohan ke dalam
putra-putra jihad dan tirani perasaan orang-orang yang menisbatkan diri
kepadanya, maka aku memandang bahwa wajib bagi para pemimpin aliran dan
pembesarnya, dan terutama adalah Syaikh Ayman – yang berada di tingkat
pertama – untuk bekerja demi membalik kerusakan deklarasi ini menjadi
kemashlahatan.”
Kemudian dia berkata; “Wahai orang yang
saya cintai, engkau sekarang adalah satu-satunya orang yang mampu untuk
membalikkan timbangan baik secara internal maupun eksternal, internal di
antara putra-putra gerakan yang saling berseteru dan eksternal dengan
mengembalikan qiyadah di depan dunia baik “kafir maupun muslim”, dan
sesungguhnya aku nasihatkan engkau untuk segera masuk ke dalam urusan
ini dengan mengumumkan bai’atmu kepada al-Baghdadi.”
Kemudian dia menasihatkan agar berniat
dalam bai’atnya untuk “Meluruskan jalan dan memperbaiki kerusakan yang
tersebar.” Kemudian dia mengataka; “Karena tidak ada jalan lagi bagi
kita kecuali melakukan perbaikan dari dalam.”
Kemudian dia menganggap bahwa dengan
masuknya azh-Zhawahiri ke dalam Daulah maka akan “Menjadi tali kekang
bagi orang-orang yang ghuluw dan menjadi penguat bagi orang-orang yang
baik di dalamnya, masuknya engkau aku rasa adalah solusi untuk
mengerdilkan al-Adnani yang menjadi pusat perhatian orang-orang ghuluw
hingga dia menjadi pendahulu mereka dalam hal ini, masuknya engkau ke
dalam urusan ini wahai syaikh, akan menghentikan arus fitnah di setiap
medan bahkan akan menjadi penguat dan pemersatu para pemudanya, dan
sungguh aku sangat menekankan dan memastikan bahwa masuknya engkau akan
menghentikan semangat mengkafirkan, membid’ahkan dan akan mengarahkan
para pemuda kepada hal yang bermanfaat bagi umat”.
Kemudian dia berkata kepada kepada
Azh-Zhawahiri; “Dengan masukmu wahai Syaikh, akan menguatkan persatuan
barisan di Maghrib Islami yang mana banyak pemudanya condong kepada
Daulah, karena para pemuda di wilayah ini, yang dianggap merupakan
gudang penampung jihad global, akan segera berkumpul di sekitar qiyadah
syaikh Abdul Wadud,” dia juga mengatakan; “Masukmu wahai syaikh, akan
menjadikan dari Yaman, satu-satunya contoh kesatuan mujahidin di sana di
bawah komando Syaikh Nashir al-Wuhaisyi… dan begitu juga medan lainnya
dengan izin Allah, secara khusus yang mana komandonya terkenal dengan
sifat iltizam kepada manhaj yang seimbang dan sunnah, jauh dari sikap
ghuluw baik secara teori maupaun praktek.”
Kemudian dia mengklaim bahwa dia tidak
mengusulkan kebencian hanya “Pemenuhan janji sejarah manhaj ini yang
akan dipermainkan oleh orang-orang bodoh dan ghuluw,” dan “Kepercayaan
bahwa masuk ke dalam urusan ini akan menghentikan badai fitnah atau
membatasinya, dan mentransfusi darah yang terlindungi, menjaga
kehormatan dan harga diri yang kerap dilanggar.”
Kemudian dia menambahkan; “Aku telah
meminta pertimbangan – wahai syaikh tercinta – kepada para saudaraku
dari qiyadah di Maghrib Islami.” Dia juga bermusyawarah dengan “Amir
Anshar Syari’ah di Libya Syaikh Muhammad az-Zahawi dan penanggung jawab
militer dan mereka mendoakan keberkahan terhadap ide ini.”
Surat ini diakhiri dengan tanda tangan;
“Amir Anshar Syariah Tunisia dan anggota Dewan Syariah Tanzhim
Al-Qa’idah di negeri Maghrib Islami.” Dan mengirimkan copian surat ini
kepada Syaikh Abu Muhammad (almaqdis)i hafizhahullah dan juga kepada
Syaikh Abu Qathadah (al-Filisthini) tsabbatahullah bersama harapan
keduanya juga masuk ke dalam masalah ini bahkan agar keduanya menjadi
yang terdepan… dan juga kepada Syaikh Nashir al-Wuhaisy di Yaman dan
Syaikh Abu Zubair di Tanduk Afrika,” dia juga mengirim satu copian
kepada para pengikutnya di Mali.
Dan disebutkan dalam sebuah surat dari
sebagian “Yahudi Jihad” di al-Qa’idah Maghrib yang ditujukan kepada
azh-Zhawahiri; “Setelah usulan yang dilontarkan oleh Syaikh Abu ‘Ayyadh,
kami berfikir secara hati-hati dalam inisiatif ini, dan kami lihat ini
sesusai dengan apa yang telah disebabkan oleh malapetaka ini yang
menimpa umat, dan ini bukanlah solusi syar’i yang wajib bagi umat untuk
kembali kepadanya, akan tetapi itu adalah mashlahat yang dengan
dengannya kita akan menyatukan kalimat para ikhwah dan mengakhiri fitnah
ini sebelum menimpa segala sesuatu, dan kalian pernah hidup di era
Zawabiri, dan ini adalah percobaan yang sama yang terulang, kita telah
melihat mayoritas pemuda di Tunisia telah berbai’at kepada Daulah dan
kebanyakan pemuda Libya juga menjadi pendukungnya, dan terakhir kita
mendengar bahwa batalion di al-Washt telah berbai’at kepada Daulah,
masalah ini akhi, telah mulai merebak yang tidak terelakkan lagi kita
harus membuat langkah cepat untuk mengakhiri fitnah ini dan merubah
alurnya demi kebaikan jihad dan mujahidin dan demi kebaikan umat, dan
seperti yang engkau tahu bahwa kami bukanlah anshar Daulah, kami juga
bukan orang yang mendukungnya, dan kami memiliki kepedulian atas
ideologi ghuluw yang mereka adopsi dan tampak jelas terlihat dari
perbuatan dan aktifitas para anggotanya, dan kami melihat bahwa jama’ah
ini, dengan manhajnya, menyebar dan semakin banyak pendukungnya, dan
kami khawatir hilangnya apa yang ada di tangan kita, dari para pemuda
dan masuknya mereka ke dalam arus ghuluw, maka sudah menjadi keharusan
bagi kita untuk mendukung syaikh dalam proyek yang telah digariskan
olehnya, bukan dengan merasa cukup dan menganggap baik manhaj ini, tapi
ini adalah langkah untuk menyelamatkan para pemuda jihad dan
mengembalikan mereka kepada qiyadah mereka dan masyayikh mereka, dan
menghabisi fitnah ini, serta menarik karpet dari bawah orang yang telah
mengklaimnya, al-Adnani, dan mengembalikan kepercayaan kepada syaikh
Aiman. Di atas hal ini semua, kami melihat apa yang dapat membantu
kemashlahatan umum untuk jihad dalam masa ini adalah dengan berbai’atnya
syaikh Aiman kepada al-Baghdadi dan masuknya tanzhim al-Qa’idah ke
dalam Daulah, sehingga dengan ini maka timbangan akan ditegakkan kepada
yang berhak, dan dengannya di akhiri manhaj ghuluw, dan sempurnalah
penjagaan kepada para mujahidin kita dan pemuda kita dan mengembalikan
mereka untuk berjalan mengikuti para guru mereka dan komandan mereka di
bawah wadah apa pun, walaupun khilafah yang dideklarasikan oleh Adnani
bukan pada waktunya.”
Ringkasan surat dan makar di dalamnya:
- Mereka memberikan usulan kepada azh-Zhawahiri strategi untuk menembus khilafah dengan seluruh cabag tanzhimnya.
- Bahwa mereka akan memerangi sikap “ghuluw” pada khilafah dari arah dalam, yakni maksudnya memerangi manhaj khilafah dalam masalah ushul takfir yang telah tetap di dalam al-Quran, as-Sunnah dan jalan kaum salaf.
- Bahwa mereka akan “memperbaiki”, maksudnya dengan menyebarkan siasat dan kesesatan ala Zhawahiri, seperti berdamai dengan Rafidhah, Quburiyah, Ikhwan Muflisin, dan shahawat, berkerja sama, dan mencari keridhoan mereka.
- Bahwa mereka akan mengangkat simbol-simbol golongan Zhawahiri dari dalam: Al-Wuhaisyi, Abdul Wadud dan selainnya, dan menjadikan para pemuda jihad mengagungnkan mereka dan taqlid kepada mereka.
- Mereka menyarangkan para pemimpin kelompok mereka di Libya, Mali, Tunisia, Yaman, Somalia danYordania untuk melakukan strategi ini.
- Bahwa mereka, meskipun menyelisihi strategi yang mereka yakini sesuai “Syar’i” namun mereka melihat ada “Mashlahat” di dalamnya.
- Bahwa mereka akan memperkuat kekuatan tanzhim dan kekuatan “Umat dan ulama” dengan strategi ini baik dari dalam maupun dari luar, maksudnya adalah “umat” sururiyah dan ulama-ulama dan tanzhim-tanzhimnya.
Mereka membuat makar, dan Allah membuat
makar, dan Allah sebaik-baik pembuat makar, mereka tidak berhasil
menjatuhkan mujahidin ke dalam jebakan mereka, hanya saja sebagian
“Yahudi Jihadi” memanfaatkan masuknya manusia secara berbondong-bondong
ke dalam Khilafah untuk mencoba mengulangi “Percobaan Yahudi” secara
parsial, mereka memasukkan sebagian orang-orang yang pro kepada mereka
ke dalam barisan khilafah untuk mereka keluarkan kembali setelah itu
sambil mengatakan; “Kami telah mengetahui mereka di dalam kesesatan dan
kerusakan setelah kami mencoba bersama mereka!” inilah yang ingin
dilakukan oleh al-Qa’idah Yaman dengan kantor media barunya mengikuti
apa yang telah dilakukan oleh si pengkhianat murtad Al-Jaulani yang
sudah lebih dahulu melakukannya di Syam dengan Mu`assasah “al-Bashirah.”
Dan tidaklah kejadian “Pemisahan diri”
yang terkenal ini melainkan salah satu episode dari drama konspirasi
ini, kepala intinya adalah si bodoh yang terkena fitnah yang bernama
“Abu Khaibar ash-Shumali,” dia datang ke Yaman setelah dia menemani
seorang da’I Zhawahiri di sana (Al-Wuhaisyi) bersama seorang da’I
Zhawahri di Somalia, setelah itu dia masuk ke dalam barisan khilafah dan
mulai menyebarkan fitnah mengikuti cara seperti para penyebar fitnah di
medan jihad sebelumnya, dia menjadikan ijtihad dalam masalah jihad yang
tidak sesuai denagn pandangannya dan hawa nafsunya sebagai
penyelewengan terhadap “Manhaj Nubuwwah”, dan apa yang sesuai dengan
pandangan dan hawa nafsunya itulah “Manhaj Nubuwwah.” Persis seperti
pendahulunya di Syam Abu Syu’aib Al-Mishri (Si pelukis karikatur
“Syar’I”, yang menganggap bahwa membunuh wanita nushairiah dan tidak
menjadikan mereka sebagai budak dalam peperangan di Hamah sebagai
“berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah.”)
Lalu ketika dia dihukum oleh beberapa
amir karena banyaknya fitnah dan kerusakannya, dan memerintahkan untuk
mengecek ulang surat rekomendasinya, dia segera menjalankan strategi
yang telah dirancang lewat bisikan dari para setan tanzhim yang mengalir
di dalam dirinya melalui jalan darahnya – baik dia merasakannya atau
tidak – setelah dia berbicara dengan orang-orang lain yang masih
terdapat kelemahan di dalam hatinya, yang tertipu dengan tanzhim yang
telah berbai’at kepada thaghut Thaliban, dia kemudian berkirim surat
dengan orang-orang yang telah terasuki hatinya sifat irja`, berhala
pangkat dan pendapat pribadi; seruannya berputar pada empat hal:
- Para amir menolak “Hukum Allah”. Maksudnya adalah para amir menolak pendapat yang sesuai dengan hawa nafsu kaum murji’ah dan jahmiah dalam menghukumi kaum murtadin. Dan sepertinya syubhat ini datang kepada mereka dari para da’I Zhawahiri di Syam, al-Jaulani, Asy-Syami dan al-Muhaisini.
- Para amir menjadi sebab syahidnya para ikhwah, yakni para penyebar fitnah mengulang-ulang perkataan kaum munafikin {Andai mereka menaati kami tentu mereka tidak akan terbunuh} [Ali Imran: 168] {Andai mereka di sisi kami tentu tidak akan mati atau terbunuh} [Ali Imran: 156], seperti syubhat ini datang dari para da’I Zhawahiri di Dar’a; Al-Harari, al-Kuwaiti dan selain keduanya yang menganggap bahwa mujahidin di kirim kepada kematian mereka di ‘Ain Islam!
- Para amir berlaku zhalim. Padahal maksudnya adalah menghukum orang-orang yang berbuat maksiat dan menyebarkan fitnah, mereka ingin sebuah khilafah yang tidak didengar dan tidak ditaati oleh seorang pun, setiap tentara dapat “Berijithad” dengan apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsu dan jiwanya!.
- Para amir mengharuskan manusia untuk mengikuti pendapat mereka, yakni dalam masalah ijtihad umum … bahkan dalam masalah yang sebenarnya tidak dibenarkan perbedaan pendapat di dalamnya!
Kemudian berdasarkan hal ini mereka
mengklaim bahwa wali tidak di atas manhaj nubuwwah sehingga tidak boleh
ditaati, walaupun menaatinya di dalam hal yang hukumnya fardhu ‘ain –
perang di jalan Allah!
Kemudian mereka datang dengan membawa
statemen melalui cara Hakim al-Muthairi (‘Mursyid’ al-Qa’idah Zhawahiri)
dengan membawakan riwayat dari Ubadah ibn Shamit radhiyallahu anhu, dan
menjadikannya dalil bukan pada tempatnya dan bukan pada apa yang
ditunjukkannya, dan menjadikannya syubhat untuk membenarkan maksiat
mereka, pembangkangan mereka dan keluarnya mereka! Dan pura-pura bodoh
dengan perkataan-perkataan para shahabat lainnya dan salafus shalih
dalam masalah ini, padahal ini sangat jelas dan masyhur sekali! Penuntut
ilmu yang junior pun akan dapat menemukannya di dalam kita-kitab aqidah
seperti kitab Ibnu Abi ‘Ashim, Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal,
al-Khallal, al-Lalika`i, al-Barbahari dan ibnu Baththah dan selain
mereka … mereka pura-pura bodoh sebagaimana ahlul bid’ah, meriwayatkan
apa yang mereka miliki dari hal-hal yang mutasyabihat dan mengaku-aku
bahwa apa yang ada pada mereka adalah sesuatu yang muhkam.
Kemudian ditanyakan kepada pelaku maksiat
ini: Apakah Ubadah radhiyallahu anhu mengatakan perkataannya itu di
masa peperangan dahsyat khilafah pada hari kebanyakan perangnya adalah
jihad defensif – ini jika memang sisi pengambilan dalil mereka benar –
atau apakah di zaman yang tidak terdapat kemurtadan di dalamnya, dan
kaum musyrikin tidak memerangi khilafah, bahkan kaum muslimin memerangi
Persia dan Romawi? Dan apakah Ubadah mengatakan; “Aku tidak akan
menaatimu wahai Amir pada apa yang engkau perintahkan kepadaku dari
hal-hal fardhu ‘ain, bersama siapa yang telah ditunjuk sebagai amir oleh
imam kepada kita? Dan apakah dia mengajak kaum muslimin untuk
memisahkan diri dari Muawiyah radhiyallahu anhu dan membangkang
kepadanya dalam perintah untuk melakukan kewajiban dien bersama siapa
yang telah ditunjukknya sebagai amir? Apakah dia keluar dari negeri Syam
dengan mendurhakai amirnya? Maka apakah sah menjadikan atsar ini
sebagai dasar para pelaku maksiat?
Dan Apakah Khalifah hafizhahullah
memerintahkan untuk menaati walinya dalam perkara maksiat, hingga harus
berdalil dengan hadits; “Maka siapa yang masuk menemui mereka dan
membenarkan kedustaan mereka, memantu mereka dalam kezhaliman maka dia
bukan bagian dariku dan aku bukan bagian darinya”?
Kemudian apakah bai’at itu hanya
kata-kata pinggiran, formalitas saja, yang tidak memiliki konsekwensi
dan tidak diikuti hukum-hukum? Mereka mengaku berbai’at kepada Khalifah
dan bersamaan dengan itu mengajak kepada bai’at terhadap diri mereka
sendiri! Ya, mereka sebenarnya menyeru dengan lidah keadaan mereka untuk
berbaiat kepada diri mereka baik mereka merasakannya atau tidak,
sesungguhnya di antara hak imam – dan bukan hak rakyat – untuk menunjuk
wali, hakim, para amir, imam, dan mengharuskan manusia untuk mengikuti
pendapatnya dalam perkara ijtihad dan bukan pendapat yang lain, bahkan
yang lebih buruk itu dari itu bahwa kelompok ini mengajak manusia secara
terang-terangan untuk bermaksiat kepada para amir yang telah ditunjuk
oleh khalifah hingga rakyat tidak mau membantunya untuk menjalankan
kewajibannya, beginilah tangan satu tubuh itu terputus, perintah imam
tidak lagi dijalankan dan tidak dianggap kekuasaanya, bahkan tidak
ditegakkan syariat dien untuk berjama’ah dan berpegang teguh kepada
perintah Allah Jalla wa ‘Ala! Di manakah posisi mereka dari perkataan
al-Faruq radhiyallahu anhu; “Tidak ada Islam kecuali dengan jamaah,
tidak ada jamaah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah kecuali
dengan ketaatan.” [Sunan ad-Darimi].
Apakah seruan kelompok ini masuk ke dalam
seperti apa yang dikatakan oleh shahabat Ubadah? Atau lebih mirip
dengan perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; “Akan terdapat
perang demi perang, maka siapa yang ingin memecah belah urusan umat ini
sedang dia dalam keadaan bersatu, maka pukullah dia dengan pedang siapa
pun dia”. Dan sabdanya shallallahu alaihi wa sallam; “Siapa yang datang
kepada kalian sedang urusan kalian dalam keadaan bersatu di atas satu
orang, lalu dia ingin memecah tongkat kalian dan memecah persatuan
kalian, maka bunuhlah dia”, dan sabdanya shallallahu alaihi wa sallam
“Apabila dibaiat dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari
keduanya”.
Jika dikatakan bahwa mereka tidak keluar
dari ketaatan imam, aku jawab bahwa mereka mencabutnya dalam hak-hak
khususnya, yang tanpa hak-hak itu maka tidak akan terealisasi khilafah
di muka bumi, dan mengajak manusia kepada kesesatan mereka secara
terang-terangan tanpa malu, itu semua setelah mereka memberikan bai’at
dan memberikan sepenuh tangan mereka, dan seandainya khilafah mengakui
tindakan mereka – dan mana mungkin mengakuinya – maka itu akan menjadi
sunnah yang buruk bagi setiap penyebar fitnah lagi terkena fitnah di
wilayah-wilayah khilafah, untuk keluar dari walinya dan mengajak manusia
untuk bermaksiat kepadanya dengan mengaku lewat lisan dustanya bahwa
perbuatannya adalah ‘memisahkan diri’ dan bukan kerusakan, maka apakah
khilafah akan mencapai Konstantinopel dan Romawi jika imamnya mengakui
kemaksiatan orang-orang ini? Bahkan apakah khilafah akan bertahan di
garis tsughurnya dan negerinya jika mereka mendapatkan apa yang mereka
inginkan?
Aku berharap semoga Allah menunjukkan
siapa saja yang masih terdapat kebaikan di dalam hatinya walau seberat
zharrah kepada petunjuk-Nya. Adapun “Yahudi Jihadi” yang terus saja
kagum dengan pendapat mereka, dan berlomba-lomba dalam meraih jabatan
dan ragu dengan kesesatan Akhtar dan Zhawahiri, maka semoga Allah
menjauhkan mereka.
Ditulis oleh:
Abu Maisarah asy-Syami – ghafarahullah
Selesai diterjemahkan: Rabiul Awwal 1437H/Januari 2016
Selesai diterjemahkan: Rabiul Awwal 1437H/Januari 2016
0 comments:
Post a Comment