Saturday, July 8, 2017

Yahudi Jihadi


Oleh: Abu Maysarah Asy-Syami
Alih Bahasa: Usdul Wagha
Segala puji bagi Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi, Shalawat serta salam tercurah kepada yang murah senyum dan yang membunuh, juga terhadap keluarganya yang baik dan suci. Amma ba’du;
Aku melihat sebagaimana orang lain juga melihat, adanya sebuah rilisan yang dikeluarkan sebuah mu`assasah tak dikenal muncul secara tiba-tiba, menampilkan sesosok laki-laki dengan “wajah yang tertutup” untuk menjelek-jelekkan khilafah dengan mengatakan bahwa mereka dahulu berasal dari junud wilayah Yaman, pemandangan ini mengingatkanku dengan Mu`assasah “Al-Bashirah” dan kesaksiannya yang tidak akan mampu menunda perbaikan dien di setiap ujung seratus tahun dengan dideklarasikannya khilafah di Iraq dan Syam hanya dalam satu hari, dan sepertinya para sekutu Dewan Nasional Hadhrami mengikuti langkah para sekutu Konferensi Riyadh sejengkal demi sejengkal, bahkan sebenarnya pendahulu mereka dalam hal ini adalah kaum yang mendapat murka (maghdhub) dan laknat dari kalangan pendeta Bani Israil…
Allah Ta’ala berfirman menjelaskan konspirasi Yahudi yang gagal:
{وَقَالَت طَّائِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُوا بِالَّذِي أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
“Dan segolongan Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya), “Berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman pada awal siang dan ingkarilah di akhirnya, agar mereka kembali (kepada kekafiran).” [Ali Imran: 72]
As-Suddi rahimahullah berkata: “Pendeta-pendeta perkampungan Arab berjumlah 12 pendeta, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain; ‘Masuklah kalian ke dalam ajaran Muhammad di awal siang dan katakanlah kami bersaksi bahwa Muhammad itu benar dan jujur, dan di akhir siang maka ingkarilah dan katakanlah oleh kalian ‘Sesungguhnya kami telah kembali kepada ulama-ulama dan pendeta-pendeta kami, lalu kami bertanya kepada mereka dan mereka mengatakan; ‘Sesungguhnya Muhammad adalah seorang pendusta dan kalian tidak berada di atas apa pun’, dan kami telah kembali ke agama kami dan itu lebih mengagumkan kami dari pada agama kalian, semoga saja mereka menjadi ragu dan mengatakan: mereka sebelumnya bersama kita di awal siang, maka bagaimana keadaan mereka? Maka Allah memberitahukan hal itu kepada Rasul-Nya”. [Tafsir Ath-Thabari].
Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam al-Umari (rahimahullah) berkata; “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda; “Janganlah sekali-kali menemui kami di tengah kota Madinah kecuali seorang mukmin.” Maka para pemimpin Yahudi mengatakan; “Pergilah dan katakanlah kami beriman dan ingkarlah ketika kalian kembali kepada kami”. Mereka datang ke Madinah di waktu pagi-pagi dan kembali kepada mereka setelah waktu ashar. Mereka apabila masuk ke kota Madinah mengatakan; “Kami adalah Muslim!” untuk mengetahui kabar tentang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan urusannya, orang-orang beriman mengira mereka adalah orang-orang mukmin, maka mereka (Orang-orang Yahudi yang menyamar_pent) berkata kepada mereka (orang-orang beriman_pent); “Bukankah dia telah berkata kepada kalian bahwa di dalam Taurat seperti ini dan ini…” maka mereka menjawab; “Tentu.” Dan apabila mereka kembali ke kaum mereka maka mereka berkata; {“Apakah akan kamu ceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepadamu.”} [Al-Baqarah: 76] [Tafsir Ath-Thabari].
Benar, “Para penasihat Yahudi” telah berkumpul di dekat kota Madinah dan sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain; “Berimanlah kalian di awal siang dan masuklah kota Yatsrib dan berpura-puralah shalat seperti shalatnya Muhammad dan duduklah bersama teman-temannya dan ajaklah mereka bicara dan jawablah pertanyaan mereka dengan ilmu yang ada pada kalian, dan dengarkanlah informasi tentang Muhammad dan keadaannya, lalu kembalilah kepada kami dan beritahukanlah kepada kami seluruh informasinya, kemudian katakanlah kepada para shahabatnya bahwa kalian telah kembali (murtad) dari agamanya setelah jelas penyelewengannya dari al-Kitab, dan katakanlah keburukan Muhammad dan tentang agamanya semoga sebagian kaum muslimin akan kembali ke dalam kesyirikan nenek moyang mereka, kemudian kita akan berhasil menaklukkan orang-orang kafir sebagaimana dahulu kita lakukan!”
Dan para “Penasihat Yahudi” ini memiliki trik lain seperti yang dituturkan oleh Asy-Sya’bi rahimahullah; “Aku peringatkan kalian dari hawa nafsu yang menyesatkan, dan yang terburuk adalah Rafidhah, yang demikian karena ada di antara orang-orang mereka ada orang-orang Yahudi yang menyelinap (pura-pura masuk) ke dalam Islam untuk menghidupkan kesesatan mereka, sebagaimana Paulus ibnu Syawil pemimpin Yahudi yang pura-pura masuk kristen untuk menghidupkan kesesatannya. Mereka tidak masuk ke dalam Islam karena mengharapkan pahala tidak juga karena takut kepada Allah, akan tetapi karena benci kepada kaum muslimin dan permusuhan kepada mereka, di antara mereka adalah Abdullah ibn Saba (Seorang Yahudi dari Yahudi Shan’a)”. [Diriwayatkan oleh al-Khallal dan al-Lalika`i dan selainnya].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata; “Orang yang pertama kali membuat-buat penolakan (rafdh, asal kata rafidhah_pent) adalah seorang munafiq zindiq yang bernama Abdullah ibn Saba`, dia ingin merusak dien kaum muslimin sebagaimana yang dilakukan Paulus pemilik surat-surat terhadap dien Nasrani, dia mana dia membuat-buat bid’ah yang merusak dien mereka, dahulu dia seorang Yahudi lalu seolah-olah masuk Nashrani secara munafik dengan tujuan ingin merusaknya, begitu juga Ibnu Saba` yang bertujuan seperti itu, lalu dia beruasaha mengobarkan fitnah dengan tujuan untuk merusak millah namun tidak berhasil, akan tetapi dia berhasil membuat kerusuhan dan fitnah hingga menyebabkan terbunuhnya Utsman Radhiyallahu anhu dan terjadilah apa yang terjadi dari fitnah”. [Majmu’ Fatawa]. Beliau juga berkata; “(Ibnu Saba’) memperlihatkan seolah seorang yang rajin beribadah, kemudian memperlihatkan amar ma’ruf nahyi munkar hingga dia beruasaha membuat fitnah terhadap Utsman dan membunuhnya, lalu ketika dia tiba di Kufah, dia menampakkan sikap ghuluw terhadap Ali dan menetapkannya demi meraih apa yang menjadi tujuannya.” [Minhaju as-Sunnah].
Ya, sesungguhnya para “penasihat Yahudi” di Yaman – Ibnu Saba` dan teman-temannya – “Masuk” ke dalam Islam dengan tujuan menghapus simbol-simbol dien dan menghilangkan syariatnya, mereka mengira jika mereka berhasil menyesatkan kaum muslimin dari kelurusan dien yang agung ini, Allah akan menolong Bani Israil atas musuh-musuh mereka dari kalangan Arab Bani Ismail dan musuh-musuh dari umat lainnya, dan ketika usaha mereka lemah dan tidak berhasil, maka mereka menyalakan api fitnah di antara kaum muslimin hingga terbunuhlah Dzun Nurain dan Abu al-Hasanain radhiyallahu anhum.
Ketahuilah, itulah siasat al-Qa’idah Zhawahiri, “Yahudi Jihadi” … di mana dia ingin masuk ke dalam Khilafah dan membuat penyimpangan di dalam manhajnya dari dalam – dan itu tidak akan berhasil dengan izin Allah dan itu akan bertahan (baqiyah) di atas manhaj Nubuwwah dengan izin Allah walau mereka tidak menyukai – kemudian mereka menyalakan api fitnah di antara barisan khilafah setelah membatalkan bai’at mereka agar orang-orang yang memiliki penyakit di dalam hatinya ikut keluar bersama mereka, dan Allah membersihkan barisan khilafah dari orang-orang munafik dan sesat serta pengikut mereka.
Langkah pertama mereka di mulai dengan masuknya seluruh cabang tanzhim ke dalam bai’at khilafah untuk memperlihatkan “aliran seimbang” di atas “aliran ghuluw”, atau seperti yang mereka katakan “Aliran Baghdadi” atas “Aliran Adnani”, mereka mengira bahwa khilafah itu seperti “Aliran-aliran” para imam sesat – al-Maqdisi, Filisthini, as-Siba’i dan lain sebagainya yang berbeda dalam dasar kesesatan mereka dan saling meledek satu sama lain dengan ‘kicauan’ kemudian saling menikam satu sama lain dengan risalah pribadi – namun khilafah itu tidak lain adalah hijrah dan jihad, mendengar, ta’at dan jamaah di atas minhaj nubuwwah, hati para pemimpin mereka di dalam keyakinan dan manhaj seperti hati satu orang laki-laki, dan tentara-tentaranya laksana satu tubuh yang saling menguatkan satu sama lain, akan tetapi tampaknya bahwa para imam “Ibrani” telah menyihir “Yahudi Jihadi” hingga mereka mengatakan kesesatannya dan membenarkan kepalsuannya.
Dan di dalam surat yang sampai kepadaku – dari arsip surat menyurat Al-Qa’idah Maghrib – ditulis pada bulan Ramadhan 1435H, “Penasihat Yahudi Jihadi” di Afrika Utara (Abu ‘Ayyadh at-Tunusi) kepada “Penasihat Yahudi Jihadi” di Khurasan (Azh-Zhawahiri) mengatakan:
“Tidak samar bagi kalian situasi yang terjadi setelah tersingkapnya kabut fitnah di Syam, yang berakhir dengan dideklarasikannya Khilafah, dan saya tidak senang untuk membahas masalah ini, atau lebih tepatnya musibah serius yang menimpa umat ini dari sudut yang aku lihat sudah banyak ikhwah membahas dari arahnya, akan tetapi aku lebih senang untuk bergeser kepada mencari solusi dalam menghadapinya, karena suka atau tidak suka dia telah menjadi kenyataan yang tidak bisa dihindari dan menjadi gelombang yang akan menghantam seluruh medan jihad baik di timur dan di barat, di utara dan selatan”. Kemudian dia berkata; “Dan mengingat menyebarnya raja kebodohan ke dalam putra-putra jihad dan tirani perasaan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya, maka aku memandang bahwa wajib bagi para pemimpin aliran dan pembesarnya, dan terutama adalah Syaikh Ayman – yang berada di tingkat pertama – untuk bekerja demi membalik kerusakan deklarasi ini menjadi kemashlahatan.”
Kemudian dia berkata; “Wahai orang yang saya cintai, engkau sekarang adalah satu-satunya orang yang mampu untuk membalikkan timbangan baik secara internal maupun eksternal, internal di antara putra-putra gerakan yang saling berseteru dan eksternal dengan mengembalikan qiyadah di depan dunia baik “kafir maupun muslim”, dan sesungguhnya aku nasihatkan engkau untuk segera masuk ke dalam urusan ini dengan mengumumkan bai’atmu kepada al-Baghdadi.”
Kemudian dia menasihatkan agar berniat dalam bai’atnya untuk “Meluruskan jalan dan memperbaiki kerusakan yang tersebar.” Kemudian dia mengataka; “Karena tidak ada jalan lagi bagi kita kecuali melakukan perbaikan dari dalam.”
Kemudian dia menganggap bahwa dengan masuknya azh-Zhawahiri ke dalam Daulah maka akan “Menjadi tali kekang bagi orang-orang yang ghuluw dan menjadi penguat bagi orang-orang yang baik di dalamnya, masuknya engkau aku rasa adalah solusi untuk mengerdilkan al-Adnani yang menjadi pusat perhatian orang-orang ghuluw hingga dia menjadi pendahulu mereka dalam hal ini, masuknya engkau ke dalam urusan ini wahai syaikh, akan menghentikan arus fitnah di setiap medan bahkan akan menjadi penguat dan pemersatu para pemudanya, dan sungguh aku sangat menekankan dan memastikan bahwa masuknya engkau akan menghentikan semangat mengkafirkan, membid’ahkan dan akan mengarahkan para pemuda kepada hal yang bermanfaat bagi umat”.
Kemudian dia berkata kepada kepada Azh-Zhawahiri; “Dengan masukmu wahai Syaikh, akan menguatkan persatuan barisan di Maghrib Islami yang mana banyak pemudanya condong kepada Daulah, karena para pemuda di wilayah ini, yang dianggap merupakan gudang penampung jihad global, akan segera berkumpul di sekitar qiyadah syaikh Abdul Wadud,” dia juga mengatakan; “Masukmu wahai syaikh, akan menjadikan dari Yaman, satu-satunya contoh kesatuan mujahidin di sana di bawah komando Syaikh Nashir al-Wuhaisyi… dan begitu juga medan lainnya dengan izin Allah, secara khusus yang mana komandonya terkenal dengan sifat iltizam kepada manhaj yang seimbang dan sunnah, jauh dari sikap ghuluw baik secara teori maupaun praktek.”
Kemudian dia mengklaim bahwa dia tidak mengusulkan kebencian hanya “Pemenuhan janji sejarah manhaj ini yang akan dipermainkan oleh orang-orang bodoh dan ghuluw,” dan “Kepercayaan bahwa masuk ke dalam urusan ini akan menghentikan badai fitnah atau membatasinya, dan mentransfusi darah yang terlindungi, menjaga kehormatan dan harga diri yang kerap dilanggar.”
Kemudian dia menambahkan; “Aku telah meminta pertimbangan – wahai syaikh tercinta – kepada para saudaraku dari qiyadah di Maghrib Islami.” Dia juga bermusyawarah dengan “Amir Anshar Syari’ah di Libya Syaikh Muhammad az-Zahawi dan penanggung jawab militer dan mereka mendoakan keberkahan terhadap ide ini.”
Surat ini diakhiri dengan tanda tangan; “Amir Anshar Syariah Tunisia dan anggota Dewan Syariah Tanzhim Al-Qa’idah di negeri Maghrib Islami.” Dan mengirimkan copian surat ini kepada Syaikh Abu Muhammad (almaqdis)i hafizhahullah dan juga kepada Syaikh Abu Qathadah (al-Filisthini) tsabbatahullah bersama harapan keduanya juga masuk ke dalam masalah ini bahkan agar keduanya menjadi yang terdepan… dan juga kepada Syaikh Nashir al-Wuhaisy di Yaman dan Syaikh Abu Zubair di Tanduk Afrika,” dia juga mengirim satu copian kepada para pengikutnya di Mali.
Dan disebutkan dalam sebuah surat dari sebagian “Yahudi Jihad” di al-Qa’idah Maghrib yang ditujukan kepada azh-Zhawahiri; “Setelah usulan yang dilontarkan oleh Syaikh Abu ‘Ayyadh, kami berfikir secara hati-hati dalam inisiatif ini, dan kami lihat ini sesusai dengan apa yang telah disebabkan oleh malapetaka ini yang menimpa umat, dan ini bukanlah solusi syar’i yang wajib bagi umat untuk kembali kepadanya, akan tetapi itu adalah mashlahat yang dengan dengannya kita akan menyatukan kalimat para ikhwah dan mengakhiri fitnah ini sebelum menimpa segala sesuatu, dan kalian pernah hidup di era Zawabiri, dan ini adalah percobaan yang sama yang terulang, kita telah melihat mayoritas pemuda di Tunisia telah berbai’at kepada Daulah dan kebanyakan pemuda Libya juga menjadi pendukungnya, dan terakhir kita mendengar bahwa batalion di al-Washt telah berbai’at kepada Daulah, masalah ini akhi, telah mulai merebak yang tidak terelakkan lagi kita harus membuat langkah cepat untuk mengakhiri fitnah ini dan merubah alurnya demi kebaikan jihad dan mujahidin dan demi kebaikan umat, dan seperti yang engkau tahu bahwa kami bukanlah anshar Daulah, kami juga bukan orang yang mendukungnya, dan kami memiliki kepedulian atas ideologi ghuluw yang mereka adopsi dan tampak jelas terlihat dari perbuatan dan aktifitas para anggotanya, dan kami melihat bahwa jama’ah ini, dengan manhajnya, menyebar dan semakin banyak pendukungnya, dan kami khawatir hilangnya apa yang ada di tangan kita, dari para pemuda dan masuknya mereka ke dalam arus ghuluw, maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mendukung syaikh dalam proyek yang telah digariskan olehnya, bukan dengan merasa cukup dan menganggap baik manhaj ini, tapi ini adalah langkah untuk menyelamatkan para pemuda jihad dan mengembalikan mereka kepada qiyadah mereka dan masyayikh mereka, dan menghabisi fitnah ini, serta menarik karpet dari bawah orang yang telah mengklaimnya, al-Adnani, dan mengembalikan kepercayaan kepada syaikh Aiman. Di atas hal ini semua, kami melihat apa yang dapat membantu kemashlahatan umum untuk jihad dalam masa ini adalah dengan berbai’atnya syaikh Aiman kepada al-Baghdadi dan masuknya tanzhim al-Qa’idah ke dalam Daulah, sehingga dengan ini maka timbangan akan ditegakkan kepada yang berhak, dan dengannya di akhiri manhaj ghuluw, dan sempurnalah penjagaan kepada para mujahidin kita dan pemuda kita dan mengembalikan mereka untuk berjalan mengikuti para guru mereka dan komandan mereka di bawah wadah apa pun, walaupun khilafah yang dideklarasikan oleh Adnani bukan pada waktunya.”
Ringkasan surat dan makar di dalamnya:
  1. Mereka memberikan usulan kepada azh-Zhawahiri strategi untuk menembus khilafah dengan seluruh cabag tanzhimnya.
  2. Bahwa mereka akan memerangi sikap “ghuluw” pada khilafah dari arah dalam, yakni maksudnya memerangi manhaj khilafah dalam masalah ushul takfir yang telah tetap di dalam al-Quran, as-Sunnah dan jalan kaum salaf.
  3. Bahwa mereka akan “memperbaiki”, maksudnya dengan menyebarkan siasat dan kesesatan ala Zhawahiri, seperti berdamai dengan Rafidhah, Quburiyah, Ikhwan Muflisin, dan shahawat, berkerja sama, dan mencari keridhoan mereka.
  4. Bahwa mereka akan mengangkat simbol-simbol golongan Zhawahiri dari dalam: Al-Wuhaisyi, Abdul Wadud dan selainnya, dan menjadikan para pemuda jihad mengagungnkan mereka dan taqlid kepada mereka.
  5. Mereka menyarangkan para pemimpin kelompok mereka di Libya, Mali, Tunisia, Yaman, Somalia danYordania untuk melakukan strategi ini.
  6. Bahwa mereka, meskipun menyelisihi strategi yang mereka yakini sesuai “Syar’i” namun mereka melihat ada “Mashlahat” di dalamnya.
  7. Bahwa mereka akan memperkuat kekuatan tanzhim dan kekuatan “Umat dan ulama” dengan strategi ini baik dari dalam maupun dari luar, maksudnya adalah “umat” sururiyah dan ulama-ulama dan tanzhim-tanzhimnya.
Mereka membuat makar, dan Allah membuat makar, dan Allah sebaik-baik pembuat makar, mereka tidak berhasil menjatuhkan mujahidin ke dalam jebakan mereka, hanya saja sebagian “Yahudi Jihadi” memanfaatkan masuknya manusia secara berbondong-bondong ke dalam Khilafah untuk mencoba mengulangi “Percobaan Yahudi” secara parsial, mereka memasukkan sebagian orang-orang yang pro kepada mereka ke dalam barisan khilafah untuk mereka keluarkan kembali setelah itu sambil mengatakan; “Kami telah mengetahui mereka di dalam kesesatan dan kerusakan setelah kami mencoba bersama mereka!” inilah yang ingin dilakukan oleh al-Qa’idah Yaman dengan kantor media barunya mengikuti apa yang telah dilakukan oleh si pengkhianat murtad Al-Jaulani yang sudah lebih dahulu melakukannya di Syam dengan Mu`assasah “al-Bashirah.”
Dan tidaklah kejadian “Pemisahan diri” yang terkenal ini melainkan salah satu episode dari drama konspirasi ini, kepala intinya adalah si bodoh yang terkena fitnah yang bernama “Abu Khaibar ash-Shumali,” dia datang ke Yaman setelah dia menemani seorang da’I Zhawahiri di sana (Al-Wuhaisyi) bersama seorang da’I Zhawahri di Somalia, setelah itu dia masuk ke dalam barisan khilafah dan mulai menyebarkan fitnah mengikuti cara seperti para penyebar fitnah di medan jihad sebelumnya, dia menjadikan ijtihad dalam masalah jihad yang tidak sesuai denagn pandangannya dan hawa nafsunya sebagai penyelewengan terhadap “Manhaj Nubuwwah”, dan apa yang sesuai dengan pandangan dan hawa nafsunya itulah “Manhaj Nubuwwah.” Persis seperti pendahulunya di Syam Abu Syu’aib Al-Mishri (Si pelukis karikatur “Syar’I”, yang menganggap bahwa membunuh wanita nushairiah dan tidak menjadikan mereka sebagai budak dalam peperangan di Hamah sebagai “berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah.”)
Lalu ketika dia dihukum oleh beberapa amir karena banyaknya fitnah dan kerusakannya, dan memerintahkan untuk mengecek ulang surat rekomendasinya, dia segera menjalankan strategi yang telah dirancang lewat bisikan dari para setan tanzhim yang mengalir di dalam dirinya melalui jalan darahnya – baik dia merasakannya atau tidak – setelah dia berbicara dengan orang-orang lain yang masih terdapat kelemahan di dalam hatinya, yang tertipu dengan tanzhim yang telah berbai’at kepada thaghut Thaliban, dia kemudian berkirim surat dengan orang-orang yang telah terasuki hatinya sifat irja`, berhala pangkat dan pendapat pribadi; seruannya berputar pada empat hal:
  1. Para amir menolak “Hukum Allah”. Maksudnya adalah para amir menolak pendapat yang sesuai dengan hawa nafsu kaum murji’ah dan jahmiah dalam menghukumi kaum murtadin. Dan sepertinya syubhat ini datang kepada mereka dari para da’I Zhawahiri di Syam, al-Jaulani, Asy-Syami dan al-Muhaisini.
  2. Para amir menjadi sebab syahidnya para ikhwah, yakni para penyebar fitnah mengulang-ulang perkataan kaum munafikin {Andai mereka menaati kami tentu mereka tidak akan terbunuh} [Ali Imran: 168] {Andai mereka di sisi kami tentu tidak akan mati atau terbunuh} [Ali Imran: 156], seperti syubhat ini datang dari para da’I Zhawahiri di Dar’a; Al-Harari, al-Kuwaiti dan selain keduanya yang menganggap bahwa mujahidin di kirim kepada kematian mereka di ‘Ain Islam!
  3. Para amir berlaku zhalim. Padahal maksudnya adalah menghukum orang-orang yang berbuat maksiat dan menyebarkan fitnah, mereka ingin sebuah khilafah yang tidak didengar dan tidak ditaati oleh seorang pun, setiap tentara dapat “Berijithad” dengan apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsu dan jiwanya!.
  4. Para amir mengharuskan manusia untuk mengikuti pendapat mereka, yakni dalam masalah ijtihad umum … bahkan dalam masalah yang sebenarnya tidak dibenarkan perbedaan pendapat di dalamnya!
Kemudian berdasarkan hal ini mereka mengklaim bahwa wali tidak di atas manhaj nubuwwah sehingga tidak boleh ditaati, walaupun menaatinya di dalam hal yang hukumnya fardhu ‘ain – perang di jalan Allah!
Kemudian mereka datang dengan membawa statemen melalui cara Hakim al-Muthairi (‘Mursyid’ al-Qa’idah Zhawahiri) dengan membawakan riwayat dari Ubadah ibn Shamit radhiyallahu anhu, dan menjadikannya dalil bukan pada tempatnya dan bukan pada apa yang ditunjukkannya, dan menjadikannya syubhat untuk membenarkan maksiat mereka, pembangkangan mereka dan keluarnya mereka! Dan pura-pura bodoh dengan perkataan-perkataan para shahabat lainnya dan salafus shalih dalam masalah ini, padahal ini sangat jelas dan masyhur sekali! Penuntut ilmu yang junior pun akan dapat menemukannya di dalam kita-kitab aqidah seperti kitab Ibnu Abi ‘Ashim, Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, al-Khallal, al-Lalika`i, al-Barbahari dan ibnu Baththah dan selain mereka … mereka pura-pura bodoh sebagaimana ahlul bid’ah, meriwayatkan apa yang mereka miliki dari hal-hal yang mutasyabihat dan mengaku-aku bahwa apa yang ada pada mereka adalah sesuatu yang muhkam.
Kemudian ditanyakan kepada pelaku maksiat ini: Apakah Ubadah radhiyallahu anhu mengatakan perkataannya itu di masa peperangan dahsyat khilafah pada hari kebanyakan perangnya adalah jihad defensif – ini jika memang sisi pengambilan dalil mereka benar – atau apakah di zaman yang tidak terdapat kemurtadan di dalamnya, dan kaum musyrikin tidak memerangi khilafah, bahkan kaum muslimin memerangi Persia dan Romawi? Dan apakah Ubadah mengatakan; “Aku tidak akan menaatimu wahai Amir pada apa yang engkau perintahkan kepadaku dari hal-hal fardhu ‘ain, bersama siapa yang telah ditunjuk sebagai amir oleh imam kepada kita? Dan apakah dia mengajak kaum muslimin untuk memisahkan diri dari Muawiyah radhiyallahu anhu dan membangkang kepadanya dalam perintah untuk melakukan kewajiban dien bersama siapa yang telah ditunjukknya sebagai amir? Apakah dia keluar dari negeri Syam dengan mendurhakai amirnya? Maka apakah sah menjadikan atsar ini sebagai dasar para pelaku maksiat?
Dan Apakah Khalifah hafizhahullah memerintahkan untuk menaati walinya dalam perkara maksiat, hingga harus berdalil dengan hadits; “Maka siapa yang masuk menemui mereka dan membenarkan kedustaan mereka, memantu mereka dalam kezhaliman maka dia bukan bagian dariku dan aku bukan bagian darinya”?
Kemudian apakah bai’at itu hanya kata-kata pinggiran, formalitas saja, yang tidak memiliki konsekwensi dan tidak diikuti hukum-hukum? Mereka mengaku berbai’at kepada Khalifah dan bersamaan dengan itu mengajak kepada bai’at terhadap diri mereka sendiri! Ya, mereka sebenarnya menyeru dengan lidah keadaan mereka untuk berbaiat kepada diri mereka baik mereka merasakannya atau tidak, sesungguhnya di antara hak imam – dan bukan hak rakyat – untuk menunjuk wali, hakim, para amir, imam, dan mengharuskan manusia untuk mengikuti pendapatnya dalam perkara ijtihad dan bukan pendapat yang lain, bahkan yang lebih buruk itu dari itu bahwa kelompok ini mengajak manusia secara terang-terangan untuk bermaksiat kepada para amir yang telah ditunjuk oleh khalifah hingga rakyat tidak mau membantunya untuk menjalankan kewajibannya, beginilah tangan satu tubuh itu terputus, perintah imam tidak lagi dijalankan dan tidak dianggap kekuasaanya, bahkan tidak ditegakkan syariat dien untuk berjama’ah dan berpegang teguh kepada perintah Allah Jalla wa ‘Ala! Di manakah posisi mereka dari perkataan al-Faruq radhiyallahu anhu; “Tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, tidak ada jamaah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan.” [Sunan ad-Darimi].
Apakah seruan kelompok ini masuk ke dalam seperti apa yang dikatakan oleh shahabat Ubadah? Atau lebih mirip dengan perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; “Akan terdapat perang demi perang, maka siapa yang ingin memecah belah urusan umat ini sedang dia dalam keadaan bersatu, maka pukullah dia dengan pedang siapa pun dia”. Dan sabdanya shallallahu alaihi wa sallam; “Siapa yang datang kepada kalian sedang urusan kalian dalam keadaan bersatu di atas satu orang, lalu dia ingin memecah tongkat kalian dan memecah persatuan kalian, maka bunuhlah dia”, dan sabdanya shallallahu alaihi wa sallam “Apabila dibaiat dua khalifah maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya”.
Jika dikatakan bahwa mereka tidak keluar dari ketaatan imam, aku jawab bahwa mereka mencabutnya dalam hak-hak khususnya, yang tanpa hak-hak itu maka tidak akan terealisasi khilafah di muka bumi, dan mengajak manusia kepada kesesatan mereka secara terang-terangan tanpa malu, itu semua setelah mereka memberikan bai’at dan memberikan sepenuh tangan mereka, dan seandainya khilafah mengakui tindakan mereka – dan mana mungkin mengakuinya – maka itu akan menjadi sunnah yang buruk bagi setiap penyebar fitnah lagi terkena fitnah di wilayah-wilayah khilafah, untuk keluar dari walinya dan mengajak manusia untuk bermaksiat kepadanya dengan mengaku lewat lisan dustanya bahwa perbuatannya adalah ‘memisahkan diri’ dan bukan kerusakan, maka apakah khilafah akan mencapai Konstantinopel dan Romawi jika imamnya mengakui kemaksiatan orang-orang ini? Bahkan apakah khilafah akan bertahan di garis tsughurnya dan negerinya jika mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan?
Aku berharap semoga Allah menunjukkan siapa saja yang masih terdapat kebaikan di dalam hatinya walau seberat zharrah kepada petunjuk-Nya. Adapun “Yahudi Jihadi” yang terus saja kagum dengan pendapat mereka, dan berlomba-lomba dalam meraih jabatan dan ragu dengan kesesatan Akhtar dan Zhawahiri, maka semoga Allah menjauhkan mereka.
Ditulis oleh:
Abu Maisarah asy-Syami – ghafarahullah
Selesai diterjemahkan: Rabiul Awwal 1437H/Januari 2016

0 comments:

Post a Comment